Seoul (ANTARA) - Korea Utara, pada pertemuan penting parlemen negara itu, telah menetapkan kebijakan penguatan kekuatan nuklirnya dalam konstitusi.

Penetapan itu dilakukan saat pemimpin Korut Kim Jong Un mengatakan kerja sama keamanan trilateral antara Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jepang merupakan "ancaman aktual yang paling buruk."

Keputusan tersebut dibuat dalam sesi ke-9 Majelis Rakyat Tertinggi (SPA) yang diadakan pada Selasa (26/9) dan Rabu (27/9), dengan dihadiri oleh Kim, menurut Kantor Pusat Berita Korea Utara (KCNA).

Dalam sesi tersebut, Korut dengan suara bulat memutuskan untuk "melengkapi Pasal 58 Bab 4 Konstitusi Sosialis" untuk menjamin hak keberadaan dan pembangunan negara, mencegah perang, serta melindungi perdamaian regional dan global dengan mengembangkan senjata nuklir secara cepat ke tingkat yang lebih tinggi, kata Kim.

"Kebijakan pembangunan kekuatan nuklir DPRK telah dijadikan permanen sebagai hukum dasar negara, yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun," katanya saat berpidato pada sesi tersebut, dengan menggunakan akronim nama resmi Korea Utara.

Kim mengatakan penetapan tersebut merupakan peristiwa bersejarah yang memberikan pengaruh besar secara politis untuk memperkuat kemampuan pertahanan nasional.

Dalam pertemuan SPA pada September tahun lalu, Korut mengesahkan undang-undang baru nuklir yang mengizinkan penggunaan senjata nuklir secara preventif dan menyebut status Korut sebagai negara nuklir "tidak dapat diubah."

Dalam pidatonya, Kim menyebut pembentukan "aliansi militer segitiga" antara AS, Korsel, dan Jepang "akhirnya menghasilkan munculnya 'NATO versi Asia', yang merupakan akar penyebab perang dan agresi.

"Ini hanyalah ancaman aktual yang terburuk, bukan ancaman retorika atau entitas khayalan," katanya.

Berdasarkan kebijakan negara yang "secara fisik menyingkirkan" Korut, Kim mengatakan AS juga telah "memaksimalkan ancaman perang nuklirnya dengan "melanjutkan latihan perang nuklir skala besar secara agresif". 

Kim juga mencatat bahwa AS menempatkan aset-aset nuklirnya yang strategis dekat Semenanjung Korea secara permanen. 

Dia mengatakan bahwa "Grup Konsultatif Nuklir" (NCG) antara AS dan Korsel bertujuan menggunakan senjata nuklir untuk melawan Korut.

NCG dibentuk saat Presiden Yoon Suk Yeol dan Joe Biden mengadakan pertemuan pada April. Grup tersebut dirancang untuk membahas isu-isu perencanaan nuklir dan strategis.

Kim juga menekankan perlunya untuk "secara eksponensial" meningkatkan persenjataan nuklir di negaranya dan mendiversifikasi kemampuan serang nuklirnya serta penempatannya di berbagai cabang dan unit angkatan bersenjata.

Pemimpin Korut itu bersumpah untuk memperkuat solidaritas dengan negara-negara yang menentang AS.

Pesannya itu ia sampaikan ketika Korut berupaya meningkatkan hubungannya dengan China dan Rusia dalam rangka melawan penguatan kerja sama keamanan antara Seoul, Washington, dan Tokyo.

Bersama dengan menteri pertahanan Rusia yang sedang berkunjung dan seorang pejabat senior China, Kim pada akhir Juli menyaksikan parade militer. Adegan tersebut dianggap bertujuan untuk menunjukkan solidaritas antara ketiga negara.

Awal bulan ini, Kim juga melakukan kunjungan ke Rusia dengan menggunakan kereta lapis baja untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah kekhawatiran tentang kemungkinan kesepakatan senjata antara kedua negara.

SPA adalah lembaga kekuasaan negara tertinggi di bawah konstitusi Korut, namun mereka sebenarnya hanya memberi stempel pada keputusan Partai Pekerja Korea (WPK) yang berkuasa.

Pada sesi terakhir, Korut tidak memecat Perdana Menteri Kim Tok-hun meskipun ada spekulasi bahwa pemimpin Korut mungkin akan menggantikannya karena buruknya respons terhadap banjir dan kerusakan akibat badai Tropis Khanun pada Agustus.

Pemimpin Korut tersebut mengecam keras perdana menteri dan Kabinet atas sikap mereka yang "tidak bertanggung jawab" karena gagal mencegah kerusakan akibat banjir dan "merusak" rencana perekonomian negaranya.

Namun, sang perdana menteri tetap melanjutkan tugas resminya, termasuk inspeksi sektor pertanian di wilayah provinsi, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa ia akan tetap menjabat.

Pada pertemuan SPA tersebut, Korut juga mengganti nama Badan Pengembangan Antariksa Nasional, yang bertugas meluncurkan satelit mata-mata militer, menjadi Biro Umum Teknologi Antariksa Nasional.

Rezim yang penuh rahasia tersebut sebelumnya mengumumkan rencana untuk melakukan upaya ketiga meluncurkan satelit mata-mata militer pada Oktober, setelah dua upaya sebelumnya pada Mei dan Agustus mengalami kegagalan. 

Sumber: Yonhap-OANA


Baca juga: Korut sebut 2023 tahun "sangat berbahaya" karena AS dan sekutunya

Baca juga: Yoon ancam akhiri rezim Korut lewat aliansi Korsel-AS


 

Korea Utara uji coba tembakkan rudal balistik

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023