Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia menguat pada awal perdagangan Jumat, sedikit menjauh dari level terendah dalam 10 bulan tetapi berada di jalur untuk mencatat kinerja kuartalan terburuk dalam setahun karena kekhawatiran atas kenaikan suku bunga menyeret sentimen, sementara dolar tetap kuat.

Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang terangkat 0,59 persen tetapi tidak terlalu jauh dari level terendah 10 bulan yang dicapai pada Kamis (28/9/2023).

Indeks MSCI diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 5,0 persen pada periode Juli-September, yang merupakan kinerja kuartalan terburuk sejak penurunan sebesar 13,6 persen pada periode yang sama tahun lalu.

Nikkei Jepang melemah 0,10 persen, sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,21 persen. Indeks Hang Seng Hong Kong juga terangkat 0,64 persen. Pasar China tutup untuk hari libur Golden Week selama seminggu.

Fokusnya akan tertuju pada sektor properti China setelah China Evergrande Group mengatakan pendirinya sedang diselidiki atas dugaan "kejahatan ilegal".

Sementara itu, data menunjukkan perekonomian AS mempertahankan laju pertumbuhan yang cukup solid pada kuartal kedua dan aktivitas tampaknya meningkat pada kuartal ini, namun penutupan pemerintahan dan pemogokan yang terus berlanjut oleh para pekerja otomotif meredupkan prospek untuk sisa tahun 2023.

“Selama konferensi pers The Fed baru-baru ini, (Ketua The Fed Jerome) Powell menyebutkan bahwa meskipun The Fed tidak menargetkan tingkat PDB riil, mereka akan mengevaluasi apakah hal tersebut menimbulkan risiko terhadap pencapaian target inflasi 2,0 persen,” kata Ryan Brandham, kepala pasar modal global, Amerika Utara di Validus Risk Management.

“Dari perspektif ini, angka PDB saat ini tidak dipandang sebagai ancaman yang signifikan dan mungkin memberikan sedikit kenyamanan dalam lingkungan inflasi yang mengkhawatirkan.”

Investor sekarang akan mengalihkan perhatian mereka ke indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS pada hari Jumat untuk melihat pandangan terbaru mengenai inflasi.

Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS baru-baru ini ke level tertinggi dalam 16 tahun telah membayangi pasar saham, dengan sikap hawkish Federal Reserve pada minggu lalu juga membebani sentimen risiko.

Pada jam Asia, imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun turun 0,8 basis poin menjadi 4,589 persen, mundur dari level tertinggi baru 16 tahun di 4,688 persen yang dicapai pada Kamis (28/9/2023).

Presiden Federal Reserve Richmond, Thomas Barkin mengatakan pada Kamis (28/9/2023) bahwa keputusan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga awal bulan ini adalah langkah yang tepat, dan belum jelas apakah diperlukan perubahan kebijakan moneter lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.

Di pasar valuta asing, indeks dolar turun 0,057 persen menjadi 106,10 namun tetap berada di dekat level tertinggi 10 bulan di 106,84 yang dicapai awal pekan ini. Indeks naik 2,4 persen bulan ini dan bersiap untuk kenaikan bulan kedua berturut-turut.

Yen Jepang berada di level 149,33 per dolar, mendekati level 150 yang dipandang berpotensi memicu intervensi dari otoritas Jepang.

Inflasi inti di ibukota Jepang melambat pada September untuk bulan ketiga berturut-turut terutama karena turunnya biaya bahan bakar, data menunjukkan pada Jumat, mengindikasikan bahwa tekanan dorongan biaya mulai mencapai puncaknya, yang meringankan pemulihan ekonomi yang rapuh.


Baca juga: Saham Asia dibuka beragam, investor bergulat dengan suku bunga tinggi
Baca juga: IHSG Rabu ditutup naik ikuti penguatan bursa kawasan Asia

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023