penyebab lain monopoli air 27 perusahaan di Jambi melalui pembangunan kanal yang memicu karhutla
Jambi (ANTARA) - Luas kawasan hutan dan lahan terbakar selama periode Januari hingga September 2023 di Provinsi Jambi telah mencapai 335 hektare lebih tersebar di 27 titik.

Berdasarkan data dan catatan Satgas Karhutla Jambi lewat aplikasi Karhutla di Provinsi Jambi, Jumat, kawasan yang paling banyak terbakar  di kabupaten Batanghari,Tebo, Merangin, Bungo, Muaro jambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur serta Kabupaten Sarolangun.

Kemudian rincian total luasan wilayah yang terbakar di Provinsi Jambi pada Kabupaten Batanghari seluas 111,14 ha, Sarolangun 40,02 ha, Tebo 31,20 ha, Tanjung Jabung Barat 16,13 ha, Merangin 9,80 ha, Bungo 9,45 ha, Muaro Jambi 7 ha dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur ada4,80 ha.

Masalah karhutla kebanyakan disebabkan oleh tindakan masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar, selain itu penyebabnya juga monopoli air melalui pembangunan kanal yang memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan diketahui ada 27 perusahaan di Jambi yang diduga melakukan monopoli air tersebut.

Sementara itu Direktur Perkumpulan Hijau, Feri Irawan mengatakan tercatat sampai hari ini terdapat 904.424 hektare Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) dengan 14 titik di Jambi, namun ada sekitar 60 persen lahan sudah mempunyai alas hak yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar kelapa sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Penguasaan Hutan (HPH) dengan pengelolaan yang tidak ramah untuk pengelolaan terhadap ekosistem gambut.

Selain itu, perusahaan di Provinsi Jambi dengan membangun kanal untuk merawat perkebunan kelapa sawit dan hutan industri, kala musim kemarau kanal disekat atau dibloking untuk mengatur debit air yang juga menjadi pasokan untuk memadamkan tanaman yang terbakar.

Namun, pada saat musim hujan kanal itu berguna mengeluarkan air yang mengendap di lahan gambutnya. Agar tidak menggenangi tanaman milik perusahaan.

"Lahan gambut terutama di luar perusahaan menjadi kering dan mudah terbakar," kata Feri.

Selanjutnya, dalam tata kelola ini yang disebut monopoli air. Adanya ketidakadilan manajemen air sehingga lahan masyarakat kering saat musim kemarau, bila tinggi muka air di lahan gambut dijaga sesuai PP Nomor 57 Tahun 2016, maka lahan gambut sulit terbakar.

Kalau wilayah gambut sesuai PP itu yang mana tinggi muka air tanah maksimal 40 sentimeter dan tidak ada pengeringan, lahan gambut akan sulit terbakar. Kanal itu fungsi menggelontorkan atau mengeluarkan air dari lahan gambut sampai 10 meter, sehingga air di dalam gambut terkuras.

Baca juga: Kualitas udara tidak sehat, warga Kota Jambi diingatkan pakai masker
Baca juga: Ditopang bom air, Satgas padamkan karhutla di Kabupaten Tebo Jambi
Baca juga: Polisi tangkap pelaku pembakaran lahan di Sarolangun Jambi


Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023