Jakarta (ANTARA News) - Terpidana kasus kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah, Muhammad Yusuf Asafa dan Andi Ipong, menyatakan mengajukan naik banding atas keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis mereka masing-masing sembilan tahun penjara. "Yusuf dan Ipong tidak menerima keputusan hakim yang menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara. Dalam dua tiga hari ini, kami akan mengajukan memori banding," kata kuasa hukum kedua terpidana, Ahmad Michdan, di Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri), Jakarta, Kamis. Ia mengatakan, keduanya kliennya keberatan dengan vonis itu, karena saksi kunci yang memberatkan terdakwa, Anta, tidak dihadirkan dalam persidangan. Saksi itu diduga memberikan keterangan palsu dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selain itu, visum korban I Wayan Sumaryase juga janggal, karena tertanggal 4 Mei 2001, padahal korban meninggal 29 Mei 2001. "Kami juga akan mengajukan saksi dari masyarakat Poso pada Pengadilan Tinggi nanti, yang menyebutkan bahwa Ipong dan Yusuf berada di tempat lain saat peristiwa itu terjadi," katanya. Dalam sidang di PN Jakpus, Rabu (5/7), yang dipimpin oleh Kusriyanto, Ipong dan Yusuf tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana pada 29 Mei 2001 terhadap I Wayan Sumaryase. Namun, hakim menyatakan, keduanya terbukti menghilangkan nyawa orang lain dengan cara menusuk pisau ke ulu hati. Ipong yang menusuk, sedangkan Andi yang menekan leher korban. Putusan hakim itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Payaman, yang menuntut 20 tahun penjara. Selama persidangan, kedua terdakwa sering menolak hadir sebagai protes atas lokasi sidang yang dipindahkan dari Poso ke Jakarta. Ahmad Michdan datang ke Mabes Polri untuk menjenguk kedua kliennya yang ditahan di Mabes Pori. Ayah Ipong, Radi, dan istri Ipong, Wahyuni (21), juga datang menjenguk. "Ipong tadi ketemu untuk pertama kali dengan anaknya yang saat ini berusia 4 bulan. Saat ditangkap, saya baru hamil 4 bulan," kata Wahyuni. Ia mengatakan, Ipong sempat meneteskan air mata saat ketemu anaknya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006