Jakarta (ANTARA) - Direktprat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat ada sebanyak 117 jenis ikan hiu yang hidup di perairan Indonesia.

Dari 117 jenis ikan hiu itu, ikan hiu paus (Rhincodon typus) merupakan satu-satunya jenis ikan hiu yang sejak 2013 statusnya dilindungi secara penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/KEPMEN-KP/2013.

Hiu paus (whale shark) adalah ikan hiu pemakan plankton yang merupakan spesies ikan terbesar.

Dikenal juga dengan sebutan hiu totol atau hiu bodoh, hiu paus merupakan salah satu jenis ikan hiu terbesar di dunia.

Upaya perlindungan ini sangat krusial karena diperkirakan jumlahnya kian berkurang akibat mudahnya ikan ini tertangkap secara tidak sengaja (bycatch) oleh para nelayan.

Ikan hiu paus saat ini masuk ke dalam Apendiks II Konvensi Perdagangan Fauna dan Flora Terancam Punah (CITES) dan juga termasuk ke dalam "daftar merah" badan konservasi dunia The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori Rentan (Vulnerable).

Di Indonesia, hampir setiap tahun diberitakan adanya hiu paus yang terdampar di pantai atau terjerat jaring nelayan.

Meski berukuran sangat besar, hiu paus bukan predator ganas karena mangsanya adalah ribuan plankton yang ada di lautan.

Indonesia merupakan salah satu jalur migrasi dari ikan hiu paus, yang terbukti dengan seringnya jenis ikan ini ditemui di beberapa wilayah perairan Indonesia, seperti perairan Sabang (Aceh), Berau (Kalimantan Timur), Situbondo (Jawa Timur), Bali, Nusa Tenggara, Alor dan Flores (NTT), Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.

Di sepanjang tahun, hiu paus dapat ditemukan di sekitar Tanjung Kwatisore, Nabire, Papua, dengan jumlah populasi diperkirakan sekitar 27–41 ekor.

Pada 2012, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku Otoritas Kelimuan juga telah memberikan rekomendasi perlindungan penuh ikan hiu paus, melalui surat Nomor: 2425/IPH.1/KS.02/X/2012 tanggal 12 Oktober 2012.

Rekomendasi itu menyatakan bahwa ikan hiu paus sudah memenuhi kriteria sebagai ikan yang statusnya perlu dilindungi secara penuh, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan


Aksi nasional

Dalam kerangka menyinergikan pengelolaan hiu paus, KKP menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu Paus (Rhincodon typus) Tahun 2021-2025.

Kepmen KP tersebut ditandatangani oleh Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono pada tanggal 1 Maret 2021 dan diluncurkan pada penyelenggaraan Simposium Hiu dan Pari di Indonesia ke-3 di Jakarta, Rabu (7/4/2021).

Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus itu menjadi acuan bagi unit kerja di lingkungan KKP dan instansi terkait dalam pelaksanaan konservasi hiu paus, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Penetapan status perlindungan saja tidak cukup, diperlukan upaya konservasi hiu paus yang berkelanjutan, terencana, dan terukur. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan rencana aksi konservasi hiu paus di Indonesia.

Diharapkan RAN Konservasi Hiu Paus yang ditetapkan itu tidak sekadar menjadi dokumen perencanaan, tetapi dilaksanakan secara serius oleh para pihak, terutama oleh instansi yang menjadi penanggung jawab kegiatan, sehingga kondisi hiu paus di alam menjadi Iebih baik dalam 5 tahun mendatang.

Dalam kaitan itu KKP akan mengevaluasi pelaksanaan RAN tersebut setiap tahun.

RAN yang ditetapkan itu, memuat strategi, kegiatan, indikator, luaran (output), lokasi, waktu, penanggung jawab, dan unit kerja terkait dalam konservasi hiu paus di Indonesia.

Direktur Program Kelautan dan Perikanan Yayasan WWF Indonesia Imam Musthofa Zainudin menyambut baik ditetapkannya RAN Konservasi Hiu Paus sebagai bukti keseriusan terhadap konservasi hiu dan pari terancam punah.


Jaga keberlanjutan alam

Selaras dengan yang dilakukan KKP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) -- dalam upaya penyelamatan hiu paus -- bersama dengan PT Pertamina melalui CSR Pertamina Foundation (PF) bersepakat untuk melakukan kerja sama pengelolaan Pusat Hiu Paus Whale Shark Center (WSC).

Pada Kamis (30/8/2023), bertepatan dengan International Whale Shark Day (Hari Hiu Paus Internasional) dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara BBTNTC dan PF, di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, disaksikan oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Satyawan Pudyatmoko dan Yoki Firnandi Dirut Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.

Kerja sama antara BBTNTC dan Pertamina Foundation ini menjadi penting dalam upaya pelestarian spesies kunci hiu paus.

Selain itu, juga diharapkan dengan kerja sama ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat, di dalam maupun di sekitar kawasan TNTC, dan perlu upaya-upaya dalam rangka penyelamatan ekosistem.

Adanya kerja sama ini diharapkan menjadi pemicu bagi para peneliti dalam dan luar negeri untuk datang dan bersama-sama melakukan penelitian hiu paus di Indonesia.

Kerja sama ini menjadi cerminan nyata dari kolaborasi yang kuat dalam menjaga keberlanjutan alam.

Sebab, Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) juga merupakan salah satu lokasi agregasi hiu paus di Indonesia, sehingga kondisi sumber daya alam dan ekosistemnya perlu terus dijaga untuk keberlangsungan hidup flora, fauna, dan masyarakat yang bergantung pada TNTC.

TNTC secara konsisten telah memantau populasi hiu paus sejak tahun 2011 hingga 2023. Tujuannya untuk mengidentifikasi setiap individu dalam populasi hiu paus, termasuk menentukan identitas, ukuran, jenis kelamin, struktur tubuh, dan distribusi populasi.

Hingga bulan Agustus 2023 telah teridentifikasi sebanyak 188 individu hiu paus, dengan rincian 165 ekor jantan, 6 ekor betina dan 17 ekor belum teridentifikasi jenis kelaminnya.

Kerja sama tersebut memuat beberapa hal tentang Penguatan Fungsi Kawasan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati, melalui Dukungan Pengelolaan WSC.

Adapun kegiatan yang dilakukan, antara lain pengembangan WSC, pemberdayaan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan perlindungan hiu paus, penelitian ilmiah, dan pemantauan populasi hiu paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Namun, seperti halnya dalam banyak kegiatan ilmiah, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan dan tantangan dalam penandaan hiu paus.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah biaya yang tinggi untuk penandaan hiu paus, termasuk biaya pengembangan, pembelian, pemasangan perangkat penanda, dan pemantauan jarak jauh. Meskipun demikian, keterbatasan sumber daya diharapkan tidak menghambat kelancaran pemantauan.

Contohnya, dari 42 penanda yang dipasang bersama mitra pada hiu paus, hingga Agustus 2023 hanya satu penanda satelit yang masih dapat dipantau.

Oleh karena itu, kerja sama dengan PF menjadi penting untuk melanjutkan kegiatan pemantauan hiu paus.

TNTC ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8009/Kpts-II/2002 Tanggal 29 Agustus 2002 tentang Penetapan Taman Nasional Teluk Cenderawasih seluas 1.453.500 ha sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan/Kawasan Konservasi Perairan.

Salah satu mandat penunjukan TNTC adalah untuk penyelamatan 7 Spesies Kunci dan Prioritas, yaitu Junai Mas, Tiram Kuda, Hiu Paus, Dugong, Lumba-Lumba, Kima, dan Penyu.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023