Depok (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty, S.E., M.E. menyampaikan lima hal penting dalam kebijakan moneter dan keuangan menuju Indonesia Emas 2045.

Hal tersebut ditekankan Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty usai dikukuhkan sebagai guru besar dengan menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Adaptasi Kebijakan Moneter dan Sektor Keuangan di Era Dekarbonisasi, Digitalisasi, Multipolar Currency, dan Transformasi: Menuju Indonesia Emas 2045" di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Sabtu.

Prof. Telisa mengatakan bahwa kebijakan moneter dan sektor keuangan sangat berperan penting untuk meminimalkan risiko-risiko dalam dunia keuangan, serta memberi perlindungan terhadap dana masyarakat yang ada pada lembaga keuangan.

Dengan tujuan mencapai stabilitas ekonomi termasuk stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan, kebijakan moneter perlu bersifat responsif dan adaptif di tengah tantangan global dan nasional yang semakin kompleks.

Untuk itu, ia menyampaikan bahwa terdapat lima hal penting yang perlu diperhatikan untuk kebijakan moneter dan keuangan menuju Indonesia Emas 2045.

Pertama, Kolaborasi harus diperkuat antara otoritas moneter dan sektor keuangan melalui transisi dari sisi konvensional ke arah digitalisasi dan juga ekonomi hijau. Promosi terkait investasi rendah karbon dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder merupakan hal yang penting untuk mengelola risiko terkait iklim.

Selain itu, pemerintah maupun masyarakat harus bersiap dengan perubahan sektor keuangan ke arah digitalisasi dengan memprioritaskan keamanan dan data privasi.

Kedua, kebijakan moneter dan sektor keuangan perlu menyesuaikan tren dekarbonisasi dan penerapan environmental social and governance (ESG) dengan mengukur dan menilai risiko keuangan yang dapat timbul dari perubahan iklim dan ESG faktor lainnya.

Untuk itu perlunya menentukan strategi dan langkah-langkah kebijakan yang efektif untuk mengurangi risiko keuangan dari iklim perubahan dan faktor ESG lainnya. Kemudian, perlu dipastikan bahwa otoritas moneter dan regulator sektor keuangan memahami dan menilai ruang lingkup dan ukuran dari risiko yang timbul untuk stabilitas keuangan dari tantangan sosial dan lembaga keuangan, serta menghindari terjadinya greenwashing.

Ketiga adalah kebijakan moneter dan sektor keuangan sesuai dengan amanah baru UU No 4 Tahun 2023 harus mampu beradaptasi dan bertransformasi di era transformasi ekonomi nasional dengan Visi Indonesia 2045 menuju negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

Koneksi/nexus yang belum optimal antara sektor moneter dan sektor riil perlu terus ditingkatkan melalui insentif/disinsentif level of playing field yang sama antara sektor moneter/keuangan dengan sektor riil dan mendorong terus intermediasi dari sektor keuangan dan riil yang sehat dan berkelanjutan.

Keempat kuncinya adalah financial development dan inovasi yang terkendali dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, berdaya tahan terhadap serangan siber, menjaga keamanan dan privasi data, memperhatikan kesiapan masyarakat dari berbagai kelompok pendapatan, serta prinsip kemanfaatan bahwa harus tetap bermanfaat untuk mendukung kesejahteraan masyarakat secara komprehensif.

Kelima kebijakan moneter dan keuangan harus juga berfikir cerdas terhadap peningkatan ketidakpastian global, banyaknya anomali, dan geopolitik dan geoekonomi yang terfragmentasi, termasuk multipolar currency world.

Indonesia tetap harus terus bergerak untuk mengurangi ketergantungan hanya kepada satu mata uang dan tetap mendorong Rupiah dan suku bunga menuju tingkat ekuilibrium yang lebih baik untuk mendukung agenda pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Bappenas: RPJMN 2025-2029 sangat berperan wujudkan Indonesia Emas 2045

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023