Jakarta (ANTARA) - Rendy Muthaqin, seorang pegawai swasta asal Bandung, sudah hampir setahun tinggal di Jakarta dan cukup sering pulang ke kampung halamannya untuk mengunjungi keluarga atau keperluan lain.

Baginya, kehadiran Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), yang secara resmi diberi nama Whoosh, sangatlah membantu saat ada keperluan mendadak yang mengharuskannya pergi ke ibu kota Provinsi Jawa Barat itu.

Setelah penantian bertahun-tahun, Indonesia akhirnya memiliki moda transportasi kereta cepat. Whoosh diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, pada Senin (2/10) pagi.

Jalur yang membentang sepanjang 142 kilometer dari Jakarta ke Bandung itu memiliki empat pemberhentian yakni Stasiun Halim, Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, serta Stasiun Tegalluar.

"Setelah mengikuti uji coba beberapa pekan lalu, saya mempertimbangkan untuk memilih naik kereta cepat untuk pulang ke Bandung jika memang ada keperluan mendesak dan harus cepat atau keperluan pekerjaan," ujarnya.

Dalam sebulan, Rendy bisa sampai tiga kali pulang ke Bandung menggunakan layanan bus dengan waktu tempuh hingga tiga jam atau bahkan lebih jika macet. Pilihan lainnya adalah kereta konvensional yang sebetulnya tidak lebih cepat dibandingkan bus.
 
   Bukan hanya cepat, Rendy sudah merasakan langsung kenyamanan fasilitas di dalam Whoosh, mulai dari gerbong restorasi untuk bersantap hingga fasilitas toilet yang ramah bagi difabel.   Dia bahkan sudah mendatangi Stasiun Kereta Cepat Halim sejak Senin pagi sekitar pukul 08.30 WIB, sebelum Presiden Jokowi meresmikan Whoosh. Nanang sangat antusias untuk ikut menjajal kereta cepat tersebut pada hari pertama meski hasilnya nihil karena perjalanan pada Senin itu hanya mengangkut rombongan pemerintahan dan undangan, belum dibuka untuk umum. Nanang bahkan sudah bersiap-siap sejak Minggu malam dan sempat dilarang istri dan anaknya.


Menyangkut harga tiket kereta cepat, pemerintah Indonesia belum menetapkan tarif resmi Whoosh, Presiden Joko Widodo menyebut tarifnya sekitar 250-350 ribu rupiah.

Harga tersebut yang kemungkinan lebih mahal dari pada moda transportasi konvensional yang lain tentu membuat masyarakat berpikir dua kali, tidak terkecuali Rendy yang biasa mengeluarkan ongkos tak sampai 150 ribu rupiah untuk sekali jalan, tapi dia tetap berencana menggunakan kereta cepat jika keperluan mendadak atau perjalanan bisnis.

Cerita lainnya datang dari Nanang Iwan (65). Dia sebetulnya belum pernah menjajal langsung kereta cepat namun dirinya mengatakan siap mengantre jika loket sudah dibuka untuk publik.
 
   Dia bahkan sudah mendatangi Stasiun Kereta Cepat Halim sejak Senin pagi sekitar pukul 08.30 WIB, sebelum Presiden Jokowi meresmikan Whoosh. Nanang sangat antusias untuk ikut menjajal kereta cepat tersebut pada hari pertama meski hasilnya nihil karena perjalanan pada Senin itu hanya mengangkut rombongan pemerintahan dan undangan, belum dibuka untuk umum. Nanang bahkan sudah bersiap-siap sejak Minggu malam dan sempat dilarang istri dan anaknya.   Meski tarif berpengaruh, tetapi harga tiket 250-350 ribu rupiah dinilai masih masuk akal karena selisihnya cukup kecil dibandingkan dengan tarif kereta konvensional kelas eksekutif yang waktu perjalanannya bisa tiga kali lebih lama.


"Meskipun nanti saya tidak kebagian lagi tiket gratis, saya akan menabung demi bisa mencoba langsung kereta cepat, yang disebut-sebut memiliki teknologi canggih," ujarnya saat di Stasiun Halim.

Pemerintah Indonesia memperpanjang masa uji coba kereta gratis bagi masyarakat sampai pertengahan bulan Oktober dengan pendaftaran tiket secara online.

Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas termasuk salah satu penumpang yang diundang saat peresmian dan perjalanan hari pertama. Setelah menjajal langsung perjalan pulang pergi kurang dari dua jam, dia optimistis kehadiran kereta cepat akan menarik banyak minat warga. Alasannya, moda transportasi itu memiliki keunggulan dari sisi efisiensi waktu serta sudah terintegrasi dengan berbagai moda transportasi lainnya yang ada di Jakarta.
 
   Meski tarif berpengaruh, tetapi harga tiket 250-350 ribu rupiah dinilai masih masuk akal karena selisihnya cukup kecil dibandingkan dengan tarif kereta konvensional kelas eksekutif yang waktu perjalanannya bisa tiga kali lebih lama


Darmaningtyas optimistis kehadiran kereta cepat juga akan berdampak positif bagi masyarakat, "keberadaan kereta cepat ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan, baik di sekitar Stasiun Halim maupun stasiun lainnya, karena sekitar stasiun biasanya akan tumbuh kawasan permukiman maupun komersial," ujarnya.


 

Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023