Semarang, (ANTARA News) - Tidak berfungsinya saluran ke bak pengolahan serta rusaknya pengolah limbah (blender) di lokasi pembuangan tinja di kawasan Terboyo Kulon, Semarang, menyebabkan bak penampungan pengolah limbah meluap. Akibat kerusakan alat pengolah limbah dan saluran tersebut, menurut pemantauan di lokasi, Jumat (7/7) truk tanki pembawa kotoran manusia itu langsung membuang ke bak pengolahan yang seharusnya digunakan untuk menampung limbah yang sudah diolah. Pada musim kering, kata Sumarno, petugas di lokasi itu, setiap hari sedikitnya ada 15 truk tanki tinja yang membuang kotoran di lokasi tersebut, sedangkan pada musim hujan bisa mencapai 20 tanki. Para pengemudi truk tanki tinja tersebut sejak beberapa waktu lalu membuang kotoran dalam bentuk basah di salah satu dari dua kolam pengolahan. Karena dua bak pengolahan itu masing-masing hanya 100 meter persegi dan tidak terlalu dalam, maka sudah tidak mampu menampung kotoran, sehingga kotoran meluap, sebagian meluap ke areal pertambakan. Seharusnya dari truk tanki limbah dibuang ke bak penampungan, kemudian disalurkan ke bak pengolahan, sebelum diolah oleh "blender". Tapi sejak mesin rusak pengemudi truk tanki tinja langsung membuang limbah basah ke bak pengolahan. Dalam waktu dekat, akan dibangun satu lagi bak pengolah limbah seluas 100 m2, namun bak ini untuk sementara waktu juga akan digunakan untuk menampung limbah basah. Akibat "blender" rusak, limbah basah tersebut dibiarkan kering secara alami meski harus membutuhkan waktu lebih lama. Limbah ini biasanya juga dimanfaatkan untuk pupuk. Kondisi alat pengolah rusak juga mengakibatkan tercampurnya sampah plastik dan tinja, sehingga menyebabkan bak penampungan cepat penuh. Sumarno mengatakan, jumlah tenaga kerja untuk menangani tempat pembuangan limbah ini idealnya delapan orang, yang meliputi petugas jaga, petugas pengontrol karcis, petugas keamanan, dan petugas pengawasan, masing-masing terdiri atas dua orang. Pembuangan limbah di Terboyo Kulon ini sudah beroperasi 10 tahun lalu. Alasan pemilihan tempat ini adalah kondisi tanah yang lebih mudah menyerap, selain itu juga jauh dari permukiman warga. Kotoran manusia di tempat terbuka berpotensi memicu munculnya penyakit kolera. Sampai saat ini belum ada keluhan berarti dari penduduk sekitar meskipun kadang tercium bau yang begitu menyengat saat angin bertiup kencang ke arah permukiman penduduk. Tetapi mereka tidak berani protes karena mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar kawasan itu penghuni liar. Sebelum mereka menempati kawasan itu, lokasi tersebut sudah dijadikan pembuangan tinja. Penanggung Jawab Pengelolaan Limbah Dinas Kebersihan Kota Semarang Haryono ketika dikonfirmasi, Jumat menyatakan belum bersedia memberi penjelasan. "Hari Senin (10/7) saja," katanya.(*)

Copyright © ANTARA 2006