Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR Yasona Laoly menilai reformasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum berjalan baik karena masih ada konflik pertanahan.

"Saya kira, perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja BPN. Ya termasuk kita pertanyakan kepemimpinan Pak Hendarman (Kepala BPN). Secara konseptual, bolehlah. Tapi implementasinya, belum ada," kata Yasona di Jakarta, Minggu.

Dia mengkritik praktik percaloan dan mafia tanah yang belum berhasil diberantas BPN. 

"Banyak laporan mengenai ini. Misalnya batas tanah, sering menjadi pemicu sengketa. Belum lagi sertifikat ganda. Sepertinya kepala BPN harus bersihkan dulu internalnya," kata dia.

Anggota DPR RI dari FPDIP juga mempertanyakan Tim 11 bentukan BPN yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah di berbagai daerah yang ternyata tak menunjukkan hasil yang baik.

"Sampai saat ini, saya belum mendengar ada konflik agraria yang diselesaikan. Padahal, semakin lama kasus tanah maka semakin complicated. Karena nilai keekonomisan tanah semakin tinggi," kata dia.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menilai tidak ada sinkronisasi dalam internal BPN. "Akibatnya, terdapat 632 aturan yang tumpang, dan itu harus diselesaikan," kata Dewi.

Masih maraknya sengketa agraria, menurut Dewi, adalah bentuk kegagalan kinerja BPN. Sebanyak 7.200 sengketa tanah baru terselesaikan 60 persen. Mirisnya lagi, 30 SK yang dikeluarkan BPN tentang tanah terlantar, 11 diantaranya digugat.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013