“Sidang sekarang Selasa dan Kamis,”
Balikpapan (ANTARA) - Persidangan kasus penggelapan aset perusahaan PT Duta Manuntung (penerbit Kaltim Post) yang dituduhkan kepada Zainal Muttaqin (62) alias Zam kini menjadi dua kali dalam sepekan karena persidangan sudah memasuki tahapan pemeriksaan saksi-saksi dari kedua belah pihak dan jumlahnya cukup banyak.

“Sidang sekarang Selasa dan Kamis,” kata pengacara Sugeng Teguh Santoso yang mendampingi Zam, Rabu.

Pada Selasa 3/10 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asrina Marina dan Afriyanto menghadirkan saksi pelapor sekaligus Pengacara PT Duta Manuntung Andi Syarifuddin (55). Adalah Andi Syarifuddin dalam kapasitasnya sebagai pengacara yang melaporkan Zam ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri di Jakarta pada akhir Agustus lampau hingga kasusnya kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.

"Saya diberikan kuasa untuk melaporkan penggunaan uang perusahaan untuk pembelian aset pribadi," jelas Andi di depan Majelis Hakim yang dipimpin Ibrahim Palino.

Ada pun aset-aset pribadi yang dibeli dengan uang PT Duta Manuntung itu, beber Andi Syarifuddin, adalah enam bidang tanah atas nama Zainal Muttaqin dan Dahlan Iskan.

Seluruh lokasi lahan yang dipersengketakan tersebut berada di Balikpapan, yaitu di Kelurahan Batu Ampar dan di Kelurahan Gunung Samarinda. Sebanyak lima sertifikat dikuasai Zam dan satu lagi diagunkan sebagai pinjaman di bank. Kemudian, PT Duta Manuntung sendiri menguasai secara fisik tiga lokasi lahan tersebut. Diantaranya lahan kantor Gedung Biru di Km 3,5 Jalan Soekarno-Hatta.

Lebih jauh Andi Syarifuddin menjelaskan, dalam operasional bisnis perusahaan, PT Duta Manuntung menggunakan rekening pribadi atas nama Zainal Muttaqin.

"Rekening pribadi atas nama terdakwa sekaligus juga rekening perusahaan. Itu terlihat dari arus masuk pendapatan iklan perusahaan," kata Andi.

Pendapatan dari perusahaan yang masuk rekening pribadi inilah yang kemudian dituduhkan disalahgunakan terdakwa Zam untuk pembelian aset pribadi.

Pernyataan Andi Syarifuddin langsung disambut Sugeng Teguh Santoso. “Soal rekening atas nama Pak Zainal, maka secara yuridis (hukum) berarti milik Pak Zainal,” ujarnya.

Menurut Sugeng Teguh, sudah jelas Andi Syarifuddin bukan orang yang menyaksikan secara langsung kejadian atau saksi testimonium de auditu.

Menurutnya, saksi Andi Syarifuddin hanya mendengar keterangan dari pihak lain dan karena itu tidak memenuhi syarat sebagai saksi utama persidangan.

"Apakah Anda mendengar sendiri atau menyaksikan sendiri seluruh peristiwa tersebut?" tanya Sugeng Teguh.

Menjawab itu Andi mengaku mendapat keterangan dari kliennya, yakni Direktur Utama PT Duta Manuntung Ivan Firdaus. Keterangan itu kemudian ia analisis lagi berdasarkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen dari kliennya ini.

Lebih jauh, Sugeng mempersoalkan profesionalisme Andi Syarifuddin sebagai advokat, yang tidak membuat pendapat hukum secara tertulis. Karena itu pendapat hukumnya tidak secara komprehensif atau menyeluruh sehingga mengabaikan status kasusnya, dari semestinya perdata hal sengketa kepemilikan asset menjadi pidana penggelapan aset.

"Tidak diusulkan dilakukan gugatan perdata, meskipun tahu sertifikat tanah seluruhnya atas nama Pak Zainal Muttaqin," jelas Sugeng Teguh.

Saksi pelapor ini juga mengabaikan status terdakwa Zam sebagai acquit et de charge atau memperoleh pelepasan tanggung jawab direksi dari tugasnya selama memimpin PT Duta Manuntung dalam dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Duta Manuntung pada 2016 silam.

Zam sendiri membantah seluruh kesaksian dari saksi pelapor Andi Syarifuddin tersebut. Diantaranya Andi menyebutkan sudah menjadi kebijakan Jawa Pos selaku induk perusahaan PT Duta Manuntung untuk mengatasnamakan aset yang dibeli dengan nama direktur utama perusahaan.

Menurut Zam ketika tanah itu dibeli oleh dirinya, PT Jawa Pos belum lagi tercatat sebagai pemegang saham PT Duta Manuntung. Baru pada tahun 2013 PT Jawa Pos menjadi pemegang saham di PT Duta Manuntung sementara aset-aset dibeli sebelum itu. 

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023