Jakarta (ANTARA News) - Rencana lawatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Korea Utara akan menunggu hasil kunjungan diplomat senior yang mantan Dubes RI untuk Inggris, Nana Sutresna ke Pyongyang pasca peluncuran peluru kendali (rudal) yang dilakukan Korut dam kesiapan Pemerintah Korut. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya kepada wartawan di Jakarta, Jumat. "Keberangkatan tersebut kan masih rencana. Jadi masih menunggu konfirmasi kepastian tanggal yang nantinya akan diumumkan kedua belah pihak," katanya. Menurut Desra, pertemuan utusan RI dengan sejumlah pejabat di Pyongyang masih berlangsung untuk menyampaikan pesan Pemerintah Indonesia dan titipan sejumlah negara lain. "Kabarnya sudah bertemu dengan wakil Menlu," katanya, tanpa menyebutkan nama pejabat Korea Utara itu. . Saat ditanya mengenai isi "titipan" harapan sejumlah negara itu, Jubir mengatakan inti pesan yang dititipkan pada utusan RI ke Pyongyang yaitu tentang seruan agar perundingan enam pihak atau six-party talks (Korea Utara, Korea Selatan, Cina, Jepang, Rusia, dan AS) yang macet sejak September 2005 dihidupkan kembali. Hal itu perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi ketegangan di kawasan dan menyelesaikan masalah nuklir Korut. Jubir juga mengatakan Pemerintah Jepang mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan rencana lawatan Presiden ke Korut karena saat ini Korut otomatis mengisolasi diri dari dunia internasional. Korut melakukan uji coba penembakan enam rudal Rabu pagi. Salah satu rudal tersebut adalah rudal jarak-jauh Taepodong-2 yang diyakini mampu mencapai negara bagian Alaska dan mungkin juga Hawaii di AS. Uji coba penembakan itu mendapat kritik dari Korea Selatan, Jepang dan AS bersama Cina dan Rusia, yang merupakan peserta pembicaraan buntu tentang perlucutan senjata nuklir Korut. Pada kesempatan sebelumnya Menlu Hassan mengisyarakatkan Indonesia sadar atas reaksi keras dunia internasional terhadap peluncuran rudal oleh Korut pada Rabu lalu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006