Jakarta, 21/5 (ANTARA) - Peningkatan nilai ekspor hasil perikanan tidak semata terbatas pada volume produksi namun juga kualitas ekspor. Untuk itu sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan serta pengendalian penyakit ikan menjadi tahap yang sangat menentukan bagi realisasi nilai ekspor produk perikanan. Demikian ditegaskan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja, seusai menandatangani Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan PT. Jatim Grha Utama tentang Peningkatan Mutu Hasil Perikanan melalui Penempatan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Bidang Kelautan dan Perikanan di Pasar Induk Modern Puspa. Seusai perjanjian kerjasama, KKP melakukan pencanangan Gerakan Sadar Mutu dan Karantina Ikan yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KKP mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan RI di Gedung Negara Grahadi - Surabaya. Senin (21/05).

     Menurut Sjarief, untuk pengendalian hama penyakit ikan dan karantina, KKP melalui Badan Karantina Ikan Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) telah menyusun program dengan menerapkan in-line inspection dan standarisasi serta sertifikasi instalasi karantina di 47 Unit Pelaksana Teknis (UPT). Penerapan Good Quarantine System ini mampu menjamin media pembawa bebas dari tingkat kemampuan mendiagnosa Hama dan Penyakit Ikan (HPI) serta Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau Pre Quarantine, In Quarantine dan Post Quarantine. “Salah satunya adalah Tindakan Karantina Ikan secara teritegrasi berbasis In Line Inspection (ILI) yang dilakukan melalui penerapan standar kesehatan ikan mulai dari negara atau area asal, tindakan karantina ikan di tempat pemasukan/pengeluaran dan penerapan prinsip biosecurity dalam pengelolaan media pembawa, serta pemantauan HPIK/HPI tertentu secara periodik di tempat tujuan,” jelasnya.

     Dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia khususnya perdagangan bebas dan arus informasi global, BKIPM dituntut mampu melakukan tindakan karantina ikan khususnya dalam hal kecepatan, ketepatan, efisiensi dan ketelusuran. Tindakan tersebut juga dapat dipertanggung jawabkan menyangkut kegiatan lalu lintas produk-produk perikanan merupakan kebutuhan  yang  sangat mendesak. “Dalam hal ini, karantina ikan sebagai fasilitator dan regulator mengemban tugas memberikan arahan dan bimbingan dalam bentuk sosialisasi maupun bimbingan teknis untuk mendorong implementasi pelaksanaan In Line Inspection kepada mitra kerja di lingkup wilayah kerjanya masing-masing,” jelas Sjarief.

     Peran Pemda
     Sjarief menandaskan, KKP sangat mengapresiasi dan membuka diri terhadap pemerintah daerah yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap prinsip-prinsip keberlangsungan dan perlindungan lingkungan. Seperti kita ketahui bersama, dalam Plenary Session United National Conference on Sustainable Development pada bulan Juni 2012 di Rio de Janeiro, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan komitmen Indonesia melalui blue economy dengan memaksimalkan environmental services dan nilai ekonomi yang berkelanjutan. “Blue economy adalah tentang kepastian, bahwa ekosistem mampu menjaga proses evolusi pemanfaatan sumberdaya dari alam berupa kreativitas, adaptasi, dan kelimpahan,” jelasnya.

     Penerapan konsep blue economy pada pembangunan kelautan dan perikanan diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, tanpa limbah, namun dapat melipat-gandakan manfaat ekonomi, membuka lapangan kerja lebih luas, meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus melindungi lingkungan dari kerusakan. Dapat dikatakan bahwa blue economy merupakan sebuah model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. “Penerapan blue economy pada pembangunan kelautan dan perikanan diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, tanpa limbah, namun dapat melipat-gandakan manfaat ekonomi, membuka lapangan kerja lebih luas, meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus melindungi lingkungan dari kerusakan,” kata Sjarief.

     Untuk mendukung dan menciptakan hal tersebut, tandas Sjarief, KKP sebagai pembuat kebijakan di tingkat pusat tentu membutuhkan dukungan dan kerjasama yang terjalin erat dengan pemerintah daerah, para pelaku dunia usaha dan profesi. Dengan kata lain, kebersamaan antara pemerintah pusat dan daerah, bersama pelaku usaha dan profesi dapat menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai roda penggerak perekonomian nasional. “Ke depan, kebersamaan pusat dan daerah ini dapat mempersiapkan Indonesia memasuki era globalisasi guna meningkatkan pertahanan perekonomian nasional yang pada gilirannya mampu meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat,” katanya.

     Provinsi Jawa Timur, tegas Sjarief adalah salah satu contohnya. Provinsi ini memiliki kontribusi yang sangat besar dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang terpandang pada sektor kelautan dan perikanan di dunia. Dengan kontribusi sebesar 14,85 persen terhadap Produk Domestik Bruto nasional, Provinsi Jawa Timur menyumbang sebanyak kurang lebih sebanyak 1,1 juta ton dari total produksi perikanan tahun 2012 yang mencapai 15,26 juta ton. Hal tersebut tentu saja menunjukan betapa penting Provinsi Jawa Timur dalam mendukung penguatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat melalui industrialisasi dengan pendekatan blue economy. “Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai pembuat kebijakan di tingkat pusat tentu membutuhkan dukungan dan kerjasama yang terjalin erat dengan pemerintah daerah, para pelaku dunia usaha dan profesi,” katanya.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013