Surabaya (ANTARA News) - Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Surabaya pada 27-30 Juli 2006, tidak akan membahas partai politik, PKB, pemilihan gubernur (pilgub), dan politik praktis lainnya. "NU justru akan meneguhkan komitmen pada politik kebangsaan dan kerakyatan, sedangkan parpol terserah kepada para politisi NU yang memang ada dimana-mana," ujar Ketua PWNU Jatim Dr KH Ali Maschan Moesa MSi kepada ANTARA di Surabaya, Minggu. Di sela-sela rapat persiapan Munas dan Konbes NU antara PWNU dan PCNU se-Jatim di gedung PWNU Jatim, ia menjelaskan, NU tidak akan menguras energi untuk urusan politik praktis seperti pilpres, pilgub, pilkada, dan pemilu legislatif. "Karena itu, Munas dan Konbes NU tidak akan membahas semua itu, melainkan politik kebangsaan dan kerakyatan. Politik kebangsaan yang akan dibahas menyangkut potensi ancaman terhadap NKRI," kata ketua panitia daerah (panda) Munas dan Konbes NU itu. Menurut doktor alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, Munas dan Konbes NU di Surabaya memang akan membahas NKRI yang disinyalir rentan terhadap kelompok-kelompok yang tidak puas dengan Pancasila. "Ada kelompok yang ingin mengganti NKRI dengan Negara Islam melalui Daulah Islamiyah dan Khilafah. Itulah politik yang akan dibahas NU, bukan politik praktis," papar dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu. Namun, katanya, Munas NU yang merupakan musyawarah untuk implementasi program hasil Muktamar NU di Boyolali tersebut, juga akan dijadikan "entry point" bagi pemantapan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di tengah-tengah masyarakat. "Para ulama akan membahas NKRI dan aliran keagamaan mulai dari liberalisme aliran keagamaan di luar NU, liberalisme keagamaan dari anak-anak muda NU, dan fundamentalisme keagamaan," ucapnya. Pengasuh Pesantren Luhur "Al-Husna" Jemurwonosari, Surabaya itu menyatakan, Munas dan Konbes NU juga akan membahas politik kerakyatan terkait dengan hubungan antara state (negara) dan nation (bangsa/rakyat) yang belum imbang. "State saat ini terlalu berkuasa, sehingga nation menjadi korban. Karena itu NU akan membahas pentingnya hubungan yang seimbang antara state dengan nation melalui kebijakan-kebijakan yang tak mengkhianati rakyat. Itu mengkhianati UUD 1945," tegasnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006