Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan bahwa persiapan Kementerian Kesehatan untuk pelaksanaan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 2014 telah mencapai sekitar 80 hingga 90 persen.

"Bicara tentang kesiapan, tergantung kita melihatnya dari sudut mana. Kalau persiapan Kementerian Kesehatan kira-kira sudah 80 hingga 90 persen," kata Ali pada seminar bertema "Mengurai Kesiapan dan Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 2014" di Jakarta, Kamis.

Terkait pembuatan peraturan turunan dari Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang BPJS oleh pemerintah, dia meyakini bahwa sebelum 1 Januari 2014, segala sesuatu yang diperlukan sudah selesai dan pelaksanaan BPJS pun bisa dimulai.

"Meskipun UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional,red) No.40 Tahun 2004 dan UU BPJS mengamanatkan lebih dari 16 peraturan pemerintah, setelah dicermati ternyata bisa diefisienkan menjadi satu peraturan pemerintah dan kurang dari tujuh peraturan presiden," jelasnya.

Beberapa hal yang akan diatur dalam peraturan turunan dari Undang-Undang tentang BPJS tersebut, antara lain mengenai perekrutan dewan pengawas, pengelolaan aset, dan besaran iuran atau premi jaminan kesehatan.

"Menurut saya, asalkan ada kata sepakat diantara "three partied", yaitu pemerintah, pemberi pekerjaan, dan pekerja maka pembuatan peraturan itu tidak akan terlalu lama," kata Wamenkes.

Ali lebih lanjut menjelaskan bahwa pemerintah sedang dalam proses penentuan besaran iuran atau premi jaminan kesehatan.

"Peraturan Presiden tentang jaminan kesehatan kan sudah selesai. Jadi, sekarang kami sedang dalam proses menentukan besaran iuran atau premi. Untuk yang PBI (penerima bantuan iuran,red) sebenarnya sudah ditentukan oleh Kementerian Keuangan sekitar Rp15.500, sedangkan yang non-PBI belum ditentukan," ungkapnya.

PBI BPJS adalah kelompok masyarakat miskin yang iuran premi kepesertaannya dalam Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan dibayarkan oleh pemerintah.

"Namun kerangka sebenarnya sudah pemerintah susun, hanya tinggal kesepakatan dari "three partied" untuk menentukan besaran iuran untuk non-PBI," ujarnya.

"Kemudian, kami akan kirim ke Presiden untuk disetujui. Yang penting operasional BPJS pada 1 januari 2014 sudah bisa dilakukan," kata Ali menambahkan.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk PBI sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak.

"Besaran iuran Rp15.500 itu dianggap pas oleh Kemenkeu, kami mengatakan bahwa Kemenkeu menghitung seperti itu tidak pas. Itu karena mereka bukan tenaga kesehatan jadi tidak mengerti tentang apa saja yang harus dibayarkan dalam pelayanan kesehatan," ujar Dr. Zaenal.

Menurut dia, IDI telah mengkaji besaran iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu sebesar Rp38.000.

"Iuran sebesar itu sudah baik, tetapi bila dianggap agak sulit untuk membiayai yang PBI, saya kira angka yang pas itu sekitar Rp28.000, dan itu masih mendekati seperti yang ditentukan dewan jaminan sosial nasional," jelasnya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali besaran premi yang telah ditentukan Rp15.500 untuk PBI itu mengingat jumlah warga miskin mencapai hampir separuh dari penduduk Indonesia.

"Jangan sampai besar pasak daripada tiang, artinya keinginannya terlalu besar tetapi dana yang disediakan terlalu kecil," katanya.

Dia berpendapat, dengan besaran iuran yang terlalu kecil, baik dari PBI maupun non-PBI, justru akan mempersulit peningkatan pelayanan kesehatan karena tidak dapat mendorong persebaran fasilitas dan tenaga kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia.

"IDI mengusulkan besaran iuran yang ideal, yaitu berkisar antara Rp38.000 untuk PBI yang harus ditanggung pemerintah, tetapi kalau pemerintah memang tidak sanggup, mungkin Rp28.000 itu bisa mendekati angka ideal," ucap Zaenal.

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013