Bisnis migas ke depan tidak hanya yang berkaitan dengan hidrokarbon atau produksi migas saja tetapi juga mengelola bisnis CO2 (karbondioksida). Pola kerja samanya juga mungkin tidak hanya Production Sharing Contract tetapi juga injection sharing cont
Jakarta (ANTARA) - Penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) akan menjadi game changer yang mengubah pengelolaan bisnis industri migas nasional ke depan, kata Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji.

"Bisnis migas ke depan tidak hanya yang berkaitan dengan hidrokarbon atau produksi migas saja tetapi juga mengelola bisnis CO2 (karbondioksida). Pola kerja samanya juga mungkin tidak hanya Production Sharing Contract tetapi juga injection sharing contract. Begitu pula ruang lingkup Ditjen Migas dan SKK Migas juga perlu diperluas," ujar Tutuka Ariadji di Jakarta, Senin.

Menurut Tutuka, saat ini Indonesia memiliki 15 proyek yang difokuskan untuk implementasi CCS dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), antara lain dari Pertamina Hulu Energi, BP, dan ExxonMobil.

Kementerian ESDM juga mendata kapasitas penyimpanan karbon saat ini mencapai 2 giga ton CO2. Sementara potensinya pada reservoir lapangan migas RI diperkirakan mencapai 400 giga ton CO2.

Untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, lanjut Tutuka, pihaknya telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Terdapat empat fokus yang diatur dalam Permen ini yaitu aspek teknis, skenario bisnis, aspek legal dan aspek ekonomi sebagai bagian dari model bisnis hulu minyak dan gas Indonesia.

Kementerian ESDM bekerja sama dengan kementerian terkait juga menyiapkan regulasi berupa rancangan peraturan presiden untuk CCS/CCUS di luar wilayah kerja minyak dan gas bumi.

Dirjen Migas mengharapkan perpres tersebut bisa segera terbit tahun ini sehingga bisa menjadi pedoman bagi pengembangan bisnis CCS/CCUS di masa depan.

"Perpres ini diperlukan untuk menaungi Permen ESDM No 2 tahun 2023, sehingga diharapkan mampu mencakup industri secara luas tidak hanya industri migas tetapi juga industri di luar migas seperti semen, baja dan lainnya," ujar Tutuka pada Forum Bisnis Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI).

Sementara itu, Ketua Panitia Forum Bisnis IATMI Firmansyah Arifin mengatakan forum ini mempertemukan dari sisi regulator atau pemerintah, pelaku usaha termasuk kontraktor migas untuk memberikan sejumlah usulan bagi implementasi CCS dan CCUS dalam industri migas Tanah Air.

"Implementasi CCS dan CCUS ini seperti apa, model bisnisnya bagaimana sehingga bisa sesuai dengan target pemerintah untuk mencapai target net zero emission," katanya.

Firmasnyah menegaskan IATMI siap untuk berperan aktif menyiapkan rumusan dan sejumlah masukan mengenai CCS dan CCUS baik dari sisi bisnis model, fiskal dan sebagainya untuk direkomendasikan ke pemerintah.

Baca juga: KLHK harap peningkatan produksi migas sejalan dengan pengurangan emisi

Baca juga: PLN jajaki penerapan teknologi CCS di pembangkit demi target NZE 2060

Baca juga: SKK Migas: Teknologi penyimpanan karbon jawab tantangan ekonomi global

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023