Jakarta (ANTARA) - Bulan Oktober 2023, masyarakat internasional memperingati secara berturut-turut hari penting yakni 2 Oktober sebagai Hari Tanpa Kekerasan Internasional, 5 Oktober sebagai Hari Guru Sedunia, 19 Oktober sebagai Hari Aksi Kemanusiaan Sedunia.

Momentum itu saat yang tepat bagi para pemangku kepentingan di Tanah Air, terutama terkait aktivis perdamaian, aktivis HAM dan para pemangku kepentingan lainnya, untuk melakukan refleksi bersama guna menciptakan atmosfir dalam negeri Indonesia yang lebih damai, sejuk, manusiawi terutama di lingkungan pendidikan.

Upaya itu belakangan nampak dengan langkah Kemendikbudristek dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk menciptakan payung hukum mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.

Kantor Berita ANTARA sebagaimana dalam portal Antaranews.com Edisi 6 Oktober 2023 melansir berita bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menyusun Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah.
Langkah ini diharapkan lebih bisa menjawab persoalan meningkatnya kekerasan dunia pendidikan.

Berdasarkan data Yayasan Cahaya Guru (YCG) di Jakarta, sejak awal tahun 2023 hingga September  telah terjadi 93 kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Bentuknya mulai dari kekerasan fisik, perundungan, kekerasan seksual, hingga bentuk lain. Kemungkinan yang tidak terdata lebih banyak lagi dan kemungkinan bertambah hingga akhir tahun 2023 ini.

Hanya di bulan September 2023 rangkaian kekerasan yang terkait dunia pendidikan yang terekam sudah lumayan mencekam.

Kekerasan di dunia pendidikan mulai dari perkelahian kecil hingga tawuran massal yang menimbulkan korban terluka sampai meninggal, hampir merata seluruh kota di Indonesia. Yang terekam berita di media terjadi di Bandar Lampung, Cilacap, Bogor, Kisaran Asahan Sumut, Bekasi.

Pada tawuran massal, Polres Metro Jakpus menyatakan pada media termasuk RRI selama pertengahan tahun 2023 terjadi perkelahian massal pelajar yang meningkat tajam di wilayah tugasnya.

Di Makassar tawuran mahasiswa seolah hal menjadi langganan. Pertengahan tahun 2023 ini juga terjadi bentrokan massal yang mengerikan antarmahasiswa  dari Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) dan Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Makassar (UNM) terlibat tawuran menggunakan batu, panah dan benda keras lainnya yang berujung pembakaran Sekretariat Sastra.

Hampir mirip terjadi kota kecil Kaliwungu, Kabupaten Semarang,  yang membawa korban meninggal seorang pelajar dan lainnya lukai berat. Dan masih panjang daftar kekerasan yang melibatkan dunia pendidikan yang tidak mungkin disebutkan satu per satu termasuk kekerasan geng balap motor, kekerasan antarpelajar putri, tawuran perguruan bela diri yang mayoritas pelakunya pelajar atau mahasiswa.

Dengan latar belakang kekerasan yang begitu luas di dunia pendidikan tersebut membuat galau banyak pihak termasuk Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Dalam acara peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25 pada 8/2023 Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah sudah sangat besar memakan korban lebih banyak dibanding COVID-19.

Itu berarti penanganan kekerasan dunia pendidikan harus sangat serius tidak boleh sepotong-potong, apalagi hanya main-main.

Terbitnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah punya arti penting penanganan kekerasan di lingkungan dunia pendidikan dari segi legal formalistik.

Tapi itu harus dibarengi upaya yang lebih komprehensif,  tidak parsial dan melibatkan semua pihak yang terkait seperti pakar psikologi massa serta remaja, pakar komunikasi massa, pakar sosiologi, pihak kepolisian. para guru terutama dari bimbingan penyuluhan (BP) yang sekarang menjadi BK atau Bimbingan Konseling, orang tua, keluarga murid, lembaga riset, aktivis perdamaian, dan lain sebagainya.

Di antara langkah yang diambil adalah:

1. Pencegahan konflik dilakukan dengan memelihara kondisi damai dalam lingkungan pendidikan, melakukan riset mendalam tentang berbagai kasus yang menjadi pemicu kekerasan dan atau konflik dunia pendidikan dan merumuskan rekomendasi resolusi konflik.

Riset pemetaan konflik dunia pendidikan mengembangkan sistem penyelesaian secara damai, meredam potensi Konflik dan membangun sistem peringatan dini.

Sistem peringatan dini dapat berupa penyampaian informasi secara cepat dan akurat mengenai potensi konflik kepada masyarakat.

Monitoring konflik merupakan salah satu upaya untuk memberikan penilaian terhadap dinamika konflik yang terjadi di masyarakat.

2. Menanamkan nilai-nilai perdamaian, kemanusiaan dan empati dalam pergaulan, serta memberikan pengajaran yang tepat kepada siswa perihal nilai-nilai positif seperti sikap toleransi, kerja sama, keberagaman, empati, dan solidaritas.

Nilai-nilai tersebut dapat membangun kepekaan dan kepedulian mereka terhadap fenomena di luar dirinya.

Melalui pengamatan dan penghayatan terhadap nilai-nilai tersebutlah maka siswa akan menjadi individu yang berkualitas dan memiliki akhlak yang baik.

Dengan demikian, mereka dapat menjadi pelopor perubahan dalam menghadapi perilaku kekerasan dan siap menjadi teladan dalam membentuk lingkungan yang aman dan damai di sekolah.

3. Meningkatkan kapasitas para pemangku pendidikan terutama guru, murid, mahasiswa, dan wali murid dalam pendidikan perdamaian dan resolusi konflik.
Materinya adalah menguatkan ketrampilan pelajar/ mahasiswa dan kaum muda dalam mengelola konflik dan perbedaan dan mensosialisasikan secara lebih mendalam kepada para pelajar/ mahasiswa tentang dampak buruk dari kekerasan dan tawuran bagi masyarakat dan kerugian bagi mereka sendiri.

Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek perdamaian dan resolusi konflik setelah mengikuti program ini para peserta bisa menjadi agen sosialisasi Perdamaian.

Pada gilirannya akan terbentuk jaringan aktivis perdamaian dam memberikan pemahaman tentang konflik dan cara-cara positif untuk mengatasinya dan tidak merugikan orang lain. Memberikan contoh kasus bagaimana menangani konflik dengan baik dan menjelaskan bahwa kekerasan tidak selalu merupakan solusi yang tepat.

4. Melibatkan orang tua dalam pencegahan konflik. Orang tua murid perlu diberi pemahaman tentang penanaman nilai perdamaian dan resolusi konflik, baik melalui buku panduan yang mudah dipahami maupun dialog langsung dengan pihak sekolah atau kampus atau via Whatsapp (WA)  dan sejenisnya.

Dengan demikian,  bisa bertukar informasi tentang perilaku murid di rumah dan di kampus dan dapat bekerja sama dengan orang tua untuk mencegah perilaku kekerasan.

5. Melakukan pendekatan individual dan kelompok dengan siswa yang memiliki potensi untuk melakukan kekerasan melakukan mekanisme deteksi dini dan pencegahan berpotensi para pemangku pendidikan yang melakukan kekerasan.

Dalam hal ini, anda harus peka terhadap perubahan perilaku siswa dan mewaspadai perilaku yang tidak wajar seperti kekerasan verbal, mudah marah, intimidasi, atau agresif.

Pendekatan ini memungkinkan dapat membantu siswa mengatasi masalah perilaku tersebut sehingga siswa dapat menghindari perilaku kekerasan di sekolah atau di luar sekolah.

Dengan langkah-langkah di atas diharapkan lembaga pendidikan bukan hanya menjadi berubah lebih sejuk dan nyaman, tapi juga membantu menciptakan iklim yang lebih kondusif di masyarakat.

Penulis adalah (Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Pernah menjabat sebagai Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI tahun 2005/ Staf Ahli DPR RI 2008)

Copyright © ANTARA 2023