Jakarta (ANTARA News) - Data dari seluruh Perwakilan RI di luar negeri sepanjang 2006 menyebutkan terdapat lebih dari 300 kasus kematian pekerja migran Indonesia (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia, Hongkong, Singapura dan Saudi Arabi. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Direktur Jenderal Multilateral Departemen Luar Negeri (Deplu), Mochamad S Hidayat, pada seminar bertajuk "Memperkuat Sinergi Antar Pemangku Kepentingan Perlindungan HAM Pekerja Migran Perempuan Indonesia", di Jakarta, Selasa. "Gambaran data statistik yang tersedia menyebutkan 82 persen pekerja migran Indonesia adalah perempuan yang berasal dari pedesaan dengan pendidikan tingkat dasar dan 98 persen dari mereka bekerja di sektor domestik atau penata laksana rumah tangga," katanya. Kondisi itu, kata dia, telah menempatkan posisi pekerja perempuan Indonesia bertumpu pada pekerjaan yang berkarakter 3D yaitu "Dirty, Dangerous dan Difficult" yang secara luas diakui sangat rentan dengan pelanggaran HAM bahkan banyak diantaranya yang berakibat kematian. Fakta itu, lanjut dia menunjukan pentingnya diperkuat langkah pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi pekerja migram perempuan Indonesia dalam rangka mendukung pembangunan nasional. "Perlu dijamin bahwa kebijakan migrasi internasional adalah gender-sensitive dan mendukung pemberdayaan pekerja migran perempuan serta tidak memberikan sumbangan untuk menempatkan mereka dalam situasi-situasi rentan," ujarnya. Hidayat juga menyebutkan, laporan kajian organisasi dunia seperti Bank Dunia dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukan bahwa terdapat keterkaitan erat antara migrasi internasional dengan pembangunan dimana "remittances" menjadi salah satu andalan untuk menggerakkan perekonomian tingkat lokal di negara asal. "Dalam hal Indonesia, dari 2,7 juta pekerja migran yang terdata setiap tahunnya menghasilkan hampir 2,9 miliar dolar AS remiten yang menyebar ke desa-desa asal pekerja migran dan menjadi sumber kekuatan ekonomi baru," katanya. Namun, kata dia, kesejahteraan pekerja migran tidak dapat semata-mata diukur dari nilai uang yang dikirim tetapi perlu dibangun suatu standar bahwa migrasi internasional merupakan peluang peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang akan diakumulasi oleh para pekerja migran selama di luar negeri. Oleh karena itu, menurut Hidayat, dalam beberapa tahun terakhir segenap Perwakilan RI di luar negeri telah semakin memperkuat respons kebijakan mengenai perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri baik yang berkaitan dengan pendampingan hukum, penyediaan penampungan, pendekatan dan lobi-lobi kepada pemerintah setempat maupun pemberdayaan para pekerja sesuai kebutuhan lapangan. (*)

Copyright © ANTARA 2006