JAKARTA (ANTARA) - Individu dengan pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik tingkat tinggi bukan berarti makin sehat melainkan malah memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kognitif atau demensia.

Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam The Lancet Regional Health – Eropa menemukan bahwa individu yang melakukan pekerjaan dengan aktivitas fisik tingkat tinggi memiliki risiko demensia sebesar 15,5 persen, dibandingkan dengan risiko 9 persen yang diamati pada mereka yang pekerjaannya melibatkan aktivitas fisik rendah.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa individu yang bekerja dengan aktivitas fisik tingkat menengah mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan kognitif ringan, namun mereka mungkin tidak rentan terhadap demensia.

Baca juga: Lupa hingga lemot bisa terjadi setelah sembuh dari COVID-19

Penelitian ini dilakukan oleh Pusat Penuaan dan Kesehatan Nasional Norwegia, Sekolah Kesehatan Masyarakat Mailman Universitas Columbia, dan Pusat Penuaan Butler Columbia. Dengan menggunakan salah satu studi demensia berbasis populasi terbesar di dunia, Studi HUNT4 70+, para peneliti memeriksa 7.005 peserta, termasuk 902 orang yang secara klinis didiagnosis menderita demensia dan 2.407 orang dengan gangguan kognitif ringan.

Para peneliti mempelajari hubungan antara tingkat aktivitas fisik pekerjaan jangka panjang pada usia 33 hingga 65 tahun, dan risiko demensia serta gangguan kognitif ringan pada usia 70 tahun ke atas. Hampir setengah (49,8 persen) dari total peserta adalah perempuan.

Beberapa peserta yang terpapar aktivitas fisik intensif terkait pekerjaan, bekerja di bidang ritel, keperawatan dan pertanian. Para penulis studi tersebut mendefinisikan aktivitas fisik pekerjaan seperti melakukan tugas-tugas yang menuntut banyak penggunaan lengan dan kaki, dan menggerakkan seluruh tubuh, seperti memanjat, mengangkat, menyeimbangkan, berjalan, membungkuk, dan menangani material.

Vegard Skirbekk, penulis studi tersebut, mengatakan kepada Medical News Today bahwa penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang risiko yang berkenaan dengan penyakit Alzheimer dan demensia terkait lainnya sepanjang hidup seseorang.

“Memahami risiko penyakit Alzheimer dan demensia terkait dalam perspektif perjalanan hidup mungkin penting bagi masyarakat umum dan penyedia layanan kesehatan. Penyebab demensia di usia lanjut mungkin dapat ditemukan pada usia dini,” kata dia seperti dilansir Medical Daily baru-baru ini.

Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa memiliki otonomi, istirahat, dan memiliki rasa kendali atas tuntutan fisik dalam pekerjaan dapat mengurangi risiko gangguan kognitif.

Selain itu, Skirbekk menekankan untuk mengikuti saran standar guna menurunkan risiko demensia termasuk menghindari merokok, konsumsi alkohol berlebihan, isolasi sosial, mengelola kondisi seperti tekanan darah tinggi dan diabetes.

Juga mengatasi depresi, tetap aktif secara fisik, menggunakan alat bantu dengar jika diperlukan, dan meminimalkan paparan polusi udara. Kesemua itu dapat berkontribusi terhadap kesejahteraan kognitif dan kesehatan secara keseluruhan.

Baca juga: Studi: Satu dari 10 lansia di AS menderita demensia

Baca juga: Mengenal lima terapi perilaku kognitif untuk atasi insomnia

Baca juga: Waspada potensi "brain fog" pasca infeksi COVID-19


Penerjemah: Siti Zulaikha
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023