Bukan hanya jumlah sensornya bertambah, tapi kepekaan dan keakuratan data yang dihasilkan juga lebih akurat.
Jakarta (ANTARA) -
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Deputi Bidang Geofisika mengatakan tahun 2018 menjadi titik balik dari kemajuan sistem pemantau bencana alam dalam negeri, khususnya untuk pemantauan gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
 
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Daryono mengatakan BMKG mengevaluasi dengan cepat berbagai produk informasi dan penggunaannya pada kejadian geohazard di tahun 2018, seperti rangkaian gempa di Lombok, gempa dan tsunami di Palu, serta tsunami di Selat Sunda.
 
“Misalnya, ketika letusan Anak Krakatau di Selat Sunda pada Desember 2018, kami lekas mengevaluasi penggunaan seismologi periode panjang dalam pemantauan waktu nyata yang ternyata bermanfaat untuk peringatan tsunami non-tektonik,” ujar Daryono pada Diskusi Antar Pakar Untuk Penanggulangan Risiko Kolaboratif Inklusif Terpadu Aman di Jakarta, Kamis.
 
Bukan hanya mengevaluasi, ia juga menyebutkan BMKG melakukan peningkatan secara drastis pada jumlah sensor seismograf dan peringatan dini tsunami (tsunami early warning system).

Baca juga: Gempa M5,0 guncang wilayah NTT dipicu deformasi lempeng Indo-Australia

Baca juga: BMKG: Musim hujan di Banten diprakirakan November, namun tak serentak
 
Pada tahun 2018, jumlah sensor seismograf untuk mendeteksi gempa bumi hanya berjumlah 21 stasiun yang terpasang di tiga selat. Tahun ini, jumlah tersebut bertambah menjadi 58 stasiun di tiga selat yang sama, yakni 26 stasiun terpasang di Selat Sunda, 21 stasiun di sekitar Selat Lombok, dan 11 stasiun di sekitar Selat Palu.
 
Sementara itu, jumlah sensor peringatan dini tsunami milik BMKG di tahun 2018 hanya berjumlah 176 yang kini bertambah menjadi 298 sensor.
 
Penambahan jumlah sensor seismograf dan peringatan dini tsunami tersebut juga telah saling terintegrasi dan terkoneksi sehingga diseminasi informasi menjadi lebih cepat menjadi 3 menit.
 
“Bukan hanya jumlah sensornya bertambah, tapi kepekaan dan keakuratan data yang dihasilkan juga lebih akurat, tepat waktu dan adaptif mengikuti perubahan karakter sumber bahaya,” katanya.
 
Ia menuturkan BMKG juga senantiasa meningkatkan kualitas komunikasi sains kepada masyarakat, khususnya pada saat krisis serta memberdayakan masyarakat dengan sains gempa yang berkualitas.*

Baca juga: BMKG: Gempa M5,3 di Kaimana dipicu aktivitas sesar Tarera-Aiduna

Baca juga: BMKG: SLG-Tsunamy Ready Community strategi wujudkan nol korban bencana

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023