Ramallah (ANTARA) - Organisasi non-pemerintah yang memantau dan mendokumentasikan pelanggaran digital terhadap konten Palestina, Sada Social, menemukan adanya upaya perusahaan media sosial untuk menghapus konten-konten tentang Palestina sejak konflik Israel-Palestina terjadi pada 7 Oktober.

Dilansir kantor berita Palestina WAFA, Sada Social mengatakan bahwa ada upaya global untuk membungkam narasi Palestina dalam menceritakan peristiwa yang sedang terjadi, sementara pemerintah dan platform media sosial di seluruh dunia sepenuhnya mendukung dan mempromosikan narasi Israel.

Menurut Sada Social, Uni Eropa telah meminta platform media sosial untuk menghapus konten-konten terkait Palestina. Platform-platform itu diberi waktu 24 jam untuk mengambil tindakan. Jika tidak, mereka diancam akan menghadapi konsekuensi hukum, didenda dan dilarang penggunaannya di Eropa.

Menanggapi eskalasi di Palestina, Facebook mengubah kebijakan privasi kontennya pada 11 Oktober. Facebook menekankan pembatasan terhadap “individu dan organisasi berbahaya,” termasuk sebagian besar narasi Palestina dan hasil liputan wartawan Palestina.

CEO Meta Mark Zuckerberg, yang memiliki platform termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, Threads, dan Messenger, menyatakan dengan tegas dukungannya terhadap Israel di tengah pembersihan etnis warga sipil di Gaza, kata Sada Social.

Pada Senin, 10 Oktober, X menyatakan bahwa mereka bermitra dengan Forum Internet Global untuk Melawan Terorisme untuk menghapus konten-konten yang berkaitan dengan gerakan Hamas dan akun-akun Palestina.

Sekitar 50 juta cuitan sedang diawasi secara global, dan X telah menghapus ratusan akun warga Palestina.

YouTube juga telah menghapus video-video yang menggambarkan peristiwa yang terjadi di Palestina.

Platform tersebut secara khusus mengingatkan pengguna bahwa, meskipun video tersebut tidak melanggar standar komunitas, video tersebut mungkin saja tidak sesuai untuk semua penonton.

TikTok menangguhkan beberapa akun warga Palestina dan membatasi atau melarang video-video yang menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap Palestina.

Messenger, yang dimiliki oleh Meta, melarang para penggunanya untuk mengirimkan tautan situs web resmi dan tautan saluran Telegram gerakan Hamas, serta tautan situs web resmi dan tautan saluran Telegram Brigade Izz ad-Din al-Qassam.

Ratusan profil palsu di berbagai platform terdeteksi menyerang warga Palestina, menghasut kekerasan terhadap mereka, dan menyebarkan berita palsu. Platform belum menghapus akun-akun ini, kata NGO tersebut.

Sada Social mengatakan bahwa tindakan itu merupakan upaya untuk menghalangi akses terhadap kebenaran dan berkontribusi pada penyebaran rumor dan berita palsu, terutama pada situasi krisis seperti sekarang.

Mereka mengizinkan Israel untuk menceritakan peristiwa-peristiwa dari sudut pandangnya, tetapi membatasi suara warga Palestina.

Perusahaan-perusahaan media sosial telah menerapkan pembatasan yang lebih ketat terhadap konten berbahasa Arab, tetapi tidak menerapkan pembatasan serupa terhadap konten berbahasa Ibrani, katanya.

“Sensor dan pembatasan konten di internet sama bahayanya dengan aktivitas fisik militer. Tanpa akuntabilitas atau tanggung jawab, penyaringan konten menambah agresi dan kejahatan nyata terhadap warga,” kata Sada Social

Baca juga: Media sosial X hapus ratusan akun afiliasi Hamas sejak serangan
Baca juga: Iran: kejahatan terhadap Palestina akan ditanggapi poros lain



Sebagai akibat dari meluasnya hasutan untuk membunuh warga Palestina di platform media sosial, Sada Social merekomendasikan agar setiap unggahan yang bersifat menghasut segera dilaporkan agar dihapus.

Penerjemah: Shofi Ayudiana
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2023