Palembang (ANTARA) - Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Walhi Sumatera Selatan terus mengawal perkembangan proses penegakan hukum terhadap korporasi atau perusahaan yang diduga menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan pada kawasan yang menjadi hak konsesinya.

"Pada musim kemarau 2023 ada 11 perusahaan di wilayah Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, dan Musi Banyuasin disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena di lahan yang dikuasai mereka terjadi kebakaran hutan dan lahan yang cukup luas berkisar 25-586 Hektare," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan, Yuliusman AS, di Palembang, Sulawesi Selatan, Jumat.

Baca juga: KLHK sebut segel 39 lokasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Menurut dia, dalam penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan yang selalu berulang pada setiap tahun terutama terhadap pihak perusahaan pemegang lahan hak guna usaha (HGU) dan hak penguasaan kawasan hutan (HPKH) saat musim kemarau perlu penegakan hukum yang tegas agar memberikan efek jera kepada pelakunya.

"Selama ini kami menilai penegakan hukum lemah, berdasarkan data 11 perusahaan yang disegel pada 2023 ini lima di antaranya perusahaan yang diproses hukum terkait kasus kebakaran hutan dan lahan pada beberapa tahun sebelumnya," ujarnya.

Untuk mengawal proses penegakan hukum terhadap perusahaan yang diduga lalai menjaga lahan yang dikuasainya dari kebakaran, pihaknya akan memantau setiap perkembangan kasusnya yang ditangani aparat penegak hukum dan Tim Gakkum KLHK.

Baca juga: BPBD Palangka Raya tangani 730,11 hektare kebakaran lahan gambut

Selain itu mereka juga akan aksi damai nasional di KLHK Jakarta bersama aktivis dan pengurus Walhi dari sejumlah wilayah Sumatera dan Kalimantan yang wilayahnya banyak terjadi kebakaran hutan dan lahan untuk mendorong Tim Gakkum kementerian itu serius dan tegas menangani kasus pelanggaran UU Lingkungan oleh perusahaan yang lalai menjaga lahan yang dikuasainya dari kebakaran.

Ia menjelaskan, masalah kebakaran hutan dan lahan yang cukup luas terjadi pada musim kemarau tahun ini, bukan semata disebabkan karena pengaruh fenomena El Nino.

"Kami telah melakukan kajian sejak 2016 hingga 2023 ini selalu terjadi kebakaran hutan dan lahan, fakta ini membuktikan belum ada cara penanggulangan yang tepat terhadap masalah yang terjadi berulang itu," ungkap Yulius.

Baca juga: Industri perkebunan berkomitmen dukung pemerintah kendalikan Karhutla

Melihat fakta tersebut, perlu dibuat cara penanggulangan yang tepat dengan melibatkan semua pihak dan tim ahli dari berbagai perguruan tinggi terutama yang berada di wilayah rentan kebakaran hutan dan lahan.

Kemudian meninjau kembali perusahaan yang menguasai lahan yang sangat luas namun tidak mampu mengelolanya secara maksimal dan menjaganya dari masalah kebakaran hutan dan lahan.

Berdasarkan data yang dihimpun Walhi Sumsel sekitar 3,3 juta Hektare kawasan hutan dan lahan gambut dieksplorasi dan eksploitasi korporasi perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI) dan pertambangan dari luas wilayah Sumsel yang mencapai 8,3 juta Hektare.

Baca juga: FRPB Pamekasan kirim personel bantu pemadaman Gunung Lawu

"Luasan daratan yang dikuasai korporasi tersebut mengakibatkan tidak terjadi keseimbangan alam yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau serta banjir dan longsor pada musim hujan," kata dia.

Sementara sebelumnya Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi Tim PPLH Gakkum KLHK, Ardy Nugroho, mengatakan, timnya telah menyegel 39 lokasi yang terbakar pada 2023 termasuk di wilayah Sumatera Selatan.

Penyegelan itu dilakukan pada lahan yang dikuasai lima perusahaan PMA yakni satu perusahaan milik Malaysia, tiga perusahaan Singapura, satu perusahaan China.
"Kemudian penyegelan lahan 22 perusahaan dalam negeri, dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 10 lahan yang sedang didalami kepemilikan lahannya," ujar dia.

Baca juga: Lebih dari 2.000 hektare lahan terbakar di Riau hingga 8 Oktober 2023

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2023