Meulaboh (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Alam Hutan dan Lingkungan (Ahan) Barat Selatan Aceh meminta kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh agar serius melakukan penanganan terkait kasus tumpahan batu bara, yang selama ini mencemari pesisir pantai di kawasan Desa Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.

“Sudah hampir dua pekan sejak tumpahan batu bara mencemari perairan di Kabupaten Aceh Barat. Hingga kini belum ada tindakan berarti dari pemerintah, baik di level Kabupaten Aceh Barat maupun Provinsi Aceh,” kata Ketua Alam Hutan dan Lingkungan (Ahan) Barsela, Rufa Ali dalam keterangannya di Meulaboh, Jumat (13/10).

Ia menyebutkan, peristiwa tumpahan batu bara di pesisir pantai di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat bukan kejadian pertama.

Berdasarkan catatan Alam Hutan dan Lingkungan Barat selatan (AHAN) Barsela, peristiwa ini sudah berulang sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2023.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) segera menunjukkan sikap serius untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di kemudian hari.

Rufa Ali juga meminta agar tim Panitia Khusus (Pansus) Perizinan Pertambangan, Minerba dan Energi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), segera melakukan investigasi pencemaran yang terjadi akibat tumpahan batu bara di perairan Desa Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meurebo, Kabupaten Aceh Barat secara sungguh-sungguh.

"Kami menduga tidak ada keseriusan terhadap pencemaran di ruang laut," kata Rufa Ali menambahkan.

Menurutnya, pencemaran batu bara di pesisir pantai Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat berdampak besar pada biodiversitas di perairan tersebut.

Baca juga: Massa minta PLTU transparan soal pengolahan limbah batu bara

Ia menyebutkan, wilayah perairan di Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, merupakan rumah bagi terumbu karang, penyu, dan berbagai spesies ikan. Terumbu karang sendiri berperan penting sebagai tempat bagi para organisme laut mencari makan, berlindung, hingga berkembang biak. Diperkirakan terumbu karang merupakan rumah bagi 25 persen spesies laut.

Terumbu karang yang sehat menjadi jaminan bagi penghasilan nelayan, terutama para nelayan adat di kawasan adat Panglima Laot. Sebagai informasi, kawasan perairan Meureubo merupakan kawasan konservasi laut (KKL) dan menjadi bagian dari kawasan adat Panglima Laot.

Karena itu, kerusakan pada terumbu karang akibat tumpahan batu bara di perairan Meureubo merupakan kerugian besar bagi Aceh Barat.

"Kerusakan pesisir ini merupakan kerusakan alam yang besar karena mengancam kesejahteraan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut. Dengan adanya pencemaran ini, nelayan harus berlayar lebih jauh dengan risiko yang lebih tinggi dan ongkos produksi yang lebih tinggi," kata Rufa Ali.

Dengan adanya kejadian berulang, AHAN Bersela melihat upaya tim pansus hanya sebatas seremonial belaka tanpa diikuti ketegasan berupa pelaporan kepada Gakkum KLHK atau pemberian sanksi.

LSM AHAN Bersela berharap DPRA dan pemerintah di segala level lebih serius lagi dalam menindak pelaku pencemaran perairan Meureubo.

”Ada pun upaya ’cuci tangan’ dengan melibatkan masyarakat sebagai pengumpul batu bara yang dihargai Rp20 ribu per karung, kami tekankan sebagai upaya 'pembungkaman' terhadap nalar kritis masyarakat,” kata Rufa Ali.

Ia mengatakan, uang sebesar Rp20 ribu tersebut tidak sebanding dengan kerusakan yang tercipta dan menyebabkan pelaku terhindar dari tindakan yang semestinya, yaitu bertanggung jawab membersihkan secara tuntas dan melakukan pemulihan ekosistem.

Sudah Dibersihkan

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Aceh Barat, Bukhari yang dikonfirmasi terpisah di Meulaboh,Jumat sore mengatakan persoalan tumpahan material batu di pesisir pantai Desa Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meureubo, kabupaten setempat yang terjadi pada pertengahan September 2023 lalu saat ini sudah dibersihkan oleh pihak perusahaan.

"Saat ini kondisi pesisir pantai sudah bersih, tidak ada lagi material batu bara yang mengotori pesisir pantai," katanya.

Ia mengatakan, material batu bara yang tumpah tersebut merupakan material batu bara yang diduga berasal dari terbalik nya kapal tongkang beberapa tahun lalu, yang diduga terbawa arus ke pesisir pantai.

Bukhari juga mengakui persoalan tersebut juga telah dilaporkan ke DLHK Provinsi Aceh, karena kewenangan penanganan tumpahan batu bara menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.

Selain itu, persoalan ini juga telah dilakukan pembahasan dengan Pemerintah Aceh, DPRA, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat terhadap persoalan tumpahnya batu bara di laut yang kemudian terbawa ke pesisir pantai.

"Sudah ada kesepakatan dilakukan pengawasan bersama, termasuk upaya pembersihan pantai jika terdapat tumpahan batu bara di pesisir oleh pihak perusahaan," kata Bukhari.

 

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023