Paris (ANTARA News) - Sebagian besar gerilyawan Suriah tidak menginginkan demokrasi, kata tim investigasi independen PBB sambil menambahkan bahwa kejahatan perang telah dilakukan oleh pihak pemerintah dan juga pemberontak.

Berbicara kepada para wartawan di Paris, pakar asal Brazil Paulo Pinheiro mengatakan bahwa tim investigasi telah mendokumentasikan kejahatan besar dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, jumlah kejahatan yang dilakukan oleh Presiden Bashar al-Assad tercatat lebih banyak, Reuters.

"Banyak orang mengatakan bahwa gerilyawan adalah malaikat yang tidak berdosa, namun hanya sebagian kecil pejuang yang mempunyai kedekatan dengan demokrasi dan percaya bahwa negara Suriah adalah untuk semua golongan," kata Pinheiro.

"Sebagian besar gerilyawan sama sekali tidak menginginkan demokrasi dan mereka mempunyai aspirasi lain," kata dia.

Sebelumnya pada Senin, Uni Eropa telah secara efektif membuka embargo senjata untuk Suriah. Hal ini memungkinkan negara-negara anggota Uni Eropa mengirim senjata kepada kelompok gerilyawan tertentu.

Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga berencana untuk memasukkan beberapa kelompok pemberontak ke dalam daftar hitam, termasuk di antaranya al-Nusra Front.

Pinheiro sendiri menolak mengomentari keputusan tersebut, namun di sisi lain mengingatkan bahwa proses identifikasi kelompok-kelompok gerilyawan Suriah yang dapat diterima oleh Barat merupakan pekerjaan yang tidak mudah.

"Perbedaan antara gerilyawan yang baik dan buruk sangat kompleks dan sulit untuk diidentifikasi," kata dia.

Pinheiro memimpin tim independen beranggotakan sekitar dua lusin pakar yang ditunjuk oleh PBB. Mereka mendokumentasikan tindakan kriminal yang dilakukan pihak pemerintah dan gerilyawan sepanjang konflik yang telah menewaskan setidaknya 80.000 orang itu.

"Laporan yang kami tulis ini sangat mengerikan dalam hal radikalisasi, sekularisasi, dan terutama eskalasi pelanggaran hak asasi manusia serta hukum perang," kata dia.

Sementara itu Carla del Ponte, anggota tim yang sebelumnya merupakan jaksa penuntut di Pengadilan Kriminal Internasional untuk Yugoslavia, mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat kekerasan seperti di Suriah.

"Kejahatan perang telah dilakukan oleh kedua belah pihak, kekejamannya benar-benar tidak dapat dinalar. Saya tidak pernah melihat hal itu sebelumnya, bahkan di Bosnia sekalipun," kata del Ponte. (G005/M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013