Ketua Kelompok Riset Vaksin Pusat Riset Vaksin dan Obat Organisasi Kesehatan BRIN Astutiati Nurhasanah mengatakan pengembangan vaksin penguat tersebut menggunakan dua platform, yakni messenger RNA (mRNA) dan partikel seperti virus (VLP).
"Kami mencoba mengembangkan dua platform, yaitu mRNA dan VLP. Untuk yang VLP ini sebetulnya berbentuk subunit dari beberapa protein berbeda, inginnya kami kombinasikan dalam bentuk VLP," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan kedua platform tersebut tidak bersifat infeksius sehingga vaksin penguat yang diproduksi akan memperkuat memori imun tubuh ketika diserang penyakit TB.
Baca juga: Pimpinan Komisi IX DPR berkomitmen akhiri TBC di Indonesia
Vaksin yang sedang dikembangkan oleh pihaknya bukan bertujuan menggantikan imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) yang diberikan ketika bayi.
Akan tetapi, kata dia, vaksin penguat yang saat ini dibuat sebagai penguat bagi orang dewasa.
Hingga saat ini, pihaknya belum dapat memastikan seberapa jauh efektivitas vaksin penguat tersebut untuk melawan infeksi dari bakteri Mycobacterium tuberculosis karena masih dalam tahap awal pengembangan di laboratorium.
Astuti mengatakan proyeksi pengembangan vaksin penguat buatan Indonesia ini akan memakan waktu paling tidak lima tahun, sebelum pada akhirnya dapat didistribusikan kepada masyarakat.
"Mungkin paling tidak 4-5 tahun," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2022 kasus TB di indonesia mencapai 301 kasus insiden per 100 ribu penduduk, dengan angka kematian 34 orang per 100 ribu penduduk. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang kasus TBC terbesar di dunia.
Baca juga: Pemimpin dunia berkomitmen berantas TBC pada 2030
Baca juga: Peneliti FKUI kaji pengobatan TB jangka pendek, hanya dua bulan
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023