Ini akan menjadi yang pertama kali di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui jejaring rumah sakit untuk donor dan resipien (penerima donor) dalam mempercepat pelaksanaan transplantasi paru di Indonesia.

"Dari sisi sumber daya manusia dan peralatan medis, kami sebagai Pusat Respirasi Nasional siap untuk melakukan transplantasi paru. Ini akan menjadi yang pertama kali di Indonesia, apabila kami mampu melaksanakannya," kata Direktur Utama RSUP Persahabatan Agus Dwi Susanto saat jumpa pers usai kegiatan Webinar Transplantasi Paru di RSUP Persahabatan, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa.

Namun, lanjut dia, yang jadi permasalahan saat ini adalah ketersediaan donor untuk transplantasi paru yang masih sulit dan belum terstruktur di Indonesia.

"Diperlukan suatu kolaborasi antar rumah sakit untuk ketersediaan donor dan resipien tranplantasi paru ini," ujarnya.

Kolaborasi bukan hanya antar rumah sakit penyedia donor maupun resipien (penerima donor). Tetapi juga melibatkan berbagai pihak seperti kepolisian untuk pengawalan organ donor yang akan didistribusi ke RSUP Persahabatan serta untuk pencegahan perdagangan organ.

Baca juga: Dokter: Butuh pendekatan jelaskan rencana donor organ ke keluarga

Selain itu, kata Agus, berbagai BUMN transportasi seperti PT Kereta Api maupun perusahaan penerbangan diperlukan dalam membawa organ donor transplan paru antar wilayah yang dapat dijangkau kurang dari empat jam (fase golden periode organ transplan paru).

Organisasi profesi seperti Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Himpunan Dokter Bedah Toraks Indonesia, Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia juga dapat terlibat untuk dukungan pelaksanaan transplantasi paru terkait peningkatan kompetensi SDM.

Tak hanya itu, berbagai organisasi sosial masyarakat seperti Yayasan paru, Yayasan Asma, Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, Yayasan Hipertensi Paru Indonesia, Komunitas pasien penyakit paru interstisial dan lainnya juga dapat memberikan dukungan, khususnya dalam hal resipien transplantasi paru.

Menurut dia, dengan adanya kolaborasi itu, maka persoalan sulitnya donor dan resipien untuk transplantasi paru di Indonesia dapat diselesaikan.

"Kolaborasi ini akan menjadi tonggak baru, bahwa transplantasi paru dapat dilakukan di Indonesia, sehingga masyarakat yang membutuhkan dapat tertolong, tidak perlu ke luar negeri," katanya.

Baca juga: Dokter: Transplantasi paru-paru butuh persetujuan keluarga pendonor

Tidak mudah
Agus menegaskan, pengembangan layanan tranplantasi paru ini bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan di Indonesia karena layanan ini belum pernah ada dan akan menjadi yang pertama kali di Indonesia bila RSUP Persahabatan mampu melaksanakannya.

Dari sisi kebutuhan masyarakat, saat ini banyak penyakit paru kronik yang memerlukan transplantasi paru seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru interstisial, bekas tuberkulosis (TB), fibrosis paru dan lainnya.

"Banyak penyakit paru 'end-stage' (tahap akhir), seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Penyakit Paru Interstisial merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan paru yang progresif dan memerlukan transplantasi paru," kata dia.

Penyakit paru obstruktif kronik juga merupakan salah satu masalah di dunia dan Indonesia dan PPOK adalah penyebab kematian nomor tiga di dunia, yakni sekitar 3,23 juta (data tahun 2019).

Di Indonesia sendiri penyakit paru obstruktif kronik menduduki rangking enam terbanyak di Indonesia dengan insiden PPOK, yakni 145/100.000 penduduk, dengan angka kematian (data Tahun 2019) sebanyak 78.300 orang.

Baca juga: RSUP Persahabatan siap laksanakan transplantasi paru di Indonesia

Sudah siap
Sementara itu, Ketua Tim Program Transplantasi Paru RSUP Persahabatan dr. Susan Hendriarini Mety Sp.BTKV(K) menambahkan rumah sakitnya sudah siap untuk melakukan transplantasi paru.

"Jadi, kesiapannya sudah meliputi seluruhnya. Sumber daya manusia sudah dilatih kemudian peralatan medis sudah dilengkapi, obat obatan dan fasilitas fasilitas khusus. Misalnya ICU isolasi," ujarnya.

Kesiapannya sudah, tinggal menunggu waktunya kapan tersedia donor yang sesuai yang kualitasnya juga baik, yang nantinya dicocokan dengan daftar calon-calon resipien yang ada, kata Susan.

Dia pun berharap adanya pendonor dari seseorang yang mengalami mati batang otak dan keluarganya setuju untuk menyumbangkan organ-organnya.

"Untuk mendapatkan pendonor tidak bisa sembarangan, karena harus mendapatkan persetujuan dari keluarga terdekatnya. Karena seperti kita tahu, belum ada pendaftaran secara luas untuk seseorang yang menyumbangkan organnya seperti di luar negeri," katanya.

Baca juga: Jalani cangkok paru, pasien COVID-19 di Korsel mulai pulih

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023