Kami mengikrarkan janji untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu sampah makanan dan konservasi air
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nyoto Suwignyo mengatakan, program Gerakan Selamatkan Pangan bertujuan untuk mengubah paradigma masyarakat dalam mengelola sampah makanan melalui praktik-praktik berkelanjutan.
 
“Melalui program Gerakan Selamatkan Pangan, kami bertujuan untuk mengubah paradigma masyarakat dalam mengelola sampah makanan dan mendorong praktik-praktik berkelanjutan,” ujar Nyoto dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Rabu.
 
Gerakan Selamatkan Pangan yang bertujuan menyelamatkan makanan yang berpotensi menjadi sampah makanan ini, memiliki tiga kegiatan utama yakni penyediaan, pengumpulan, penyortiran dan penyaluran pangan melalui donasi pangan, penyediaan platform penyelamatan pangan yang dapat diakses secara digital, sosialisasi dan edukasi melalui kampanye Stop Boros Pangan dan Belanja Bijak.
 
Dirinya juga berharap agar kampanye ini menjadi penggerak agar semakin banyak masyarakat untuk bijak dalam mengonsumsi makanan dan air demi lingkungan yang lebih lestari.
 
Dalam paparannya, Nyoto menuturkan berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO) secara global sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun atau setara dengan sepertiga pangan yang diproduksi untuk dikonsumsi penduduk dunia.
 
Makanan terbuang itu menimbulkan dampak gas emisi rumah kaca sebesar 1.702 metrik ton karbondioksida ekuivalen serta menyebabkan kehilangan dampak ekonomi setara 4-5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia atau sebesar Rp213-551 triliun per tahun.
 
Padahal, sampah makanan terbuang yang tercatat di atas, dapat dimanfaatkan untuk memberi makanan untuk 61-125 juta orang atau setara dengan 29-47 persen populasi Indonesia. Pemborosan pangan di Indonesia tercatat sangat besar sehingga bisa menutupi sebagian besar masalah gizi termasuk sunting.

Selain itu, berdasarkan data United Nations Environment Programme (UNEP) atau Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2020, Indonesia menempati peringkat ke-4 untuk tingkat sampah makanan tertinggi di dunia yakni sebesar 20,94 juta metrik ton.

Pemborosan makanan di Indonesia juga diproyeksikan meningkat hingga 31 persen pada 2030.
 
Dengan permasalahan tersebut, VP Komunikasi Eksternal PT Bank DBS Rifka Suryandari menuturkan, semua kalangan termasuk pemerintah, masyarakat dan swasta memiliki peran dalam mengatasi permasalahan sampah makanan.
 
“Kami mengikrarkan janji untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu sampah makanan dan konservasi air dan mengajak masyarakat untuk berkontribusi nyata dalam menciptakan dunia yang lebih baik,” ujar Rifka.
 
Bapanas bersama Bank DBS serta sejumlah perusahaan rintisan yang berfokus pada pengelolaan sampah makanan serta pangan pun berkomitmen mengampanyekan agar masyarakat bijak dalam mengonsumsi makanan atau makan tanpa sisa.


Baca juga: Bappenas sebut sampah makanan penyumbang terbesar timbunan sampah RI
Baca juga: Indonesia dan Denmark kerja sama atasi "food loss and waste "

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023