Jalalabad, Afghanistan (ANTARA News) - Puluhan orang cacat, beberapa dari mereka diamputasi, berkumpul di luar kantor Palang Merah di Afghanistan timur, Minggu, untuk memprotes serangan militan terhadap bangunan itu empat hari lalu.

Serangan bom bunuh diri dan penembakan yang berlangsung dua jam di kota Jalalabad pada Rabu menewaskan satu penjaga Afghanistan dalam kekerasan pertama terhadap kantor Palang Merah di negara itu sejak organisasi tersebut memulai pekerjaan di sana 26 tahun lalu.

Komite Internasional Palang Merah (ICRC) membantu ribuan orang cacat di Afghanistan dan terkenal karena program penyediaan kaki palsu dan rehabilitasi bagi korban perang dan ranjau darat.

"Kematian bagi pelaku serangan keji dan tidak manusiawi ini," teriak pemrotes, yang banyak diantaranya menggunakan kursi roda dan tongkat penopang, di luar kantor itu, yang ditutup karena serangan tersebut.

ICRC, yang memiliki 36 pegawai di Jalalabad, termasuk enam pekerja asing, juga menghentikan semua kegiatan staf di klinik dan kantornya di Afghanistan.

Organisasi itu berusaha tetap netral dalam konflik di Afghanistan dan sejauh ini terhindar dari serangan, mungkin karena hubungan kerjanya dengan Taliban dan kelompok-kelompok gerilya lain.

"Kami punya banyak masalah. ICRC satu-satunya yang membantu kami," kata Ferdous, seorang pemrotes yang diamputasi. "Kami mendesak pemerintah melindungi ICRC."

Para pemimpin Taliban hari Jumat membantah terlibat dalam serangan itu.

Insiden itu berlangsung pada hari yang sama ketika pasukan keamanan Afghanistan membunuh enam militan yang menyerbu kantor gubernur provinsi Panjshir dalam serangan menjelang fajar di salah satu daerah paling stabil di Afghanistan.

Serangan-serangan itu dilancarkan setelah gempuran besar di Kabul pada Jumat (24/5), ketika Taliban melakukan pemboman bunuh diri dan penembakan terhadap sebuah kantor internasional di pusat kota itu dan menyulut bentrokan sengit selama beberapa jam.

Seluruh empat militan, satu polisi dan dua warga sipil tewas dalam insiden tersebut.

Serangan itu berlangsung sepekan setelah serangan bom mobil bunuh diri di Kabul menghantam konvoi militer asing, menewaskan 15 orang, termasuk lima warga AS, dalam serangan paling mematikan di ibu kota Afghanistan itu dalam waktu hampir setahun.

Taliban pada April meluncurkan "ofensif musim semi" tahunan mereka dengan janji melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri untuk menimbulkan korban maksimum dan memperingatkan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah agar menjauh.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan. (M014) 

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013