Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian terus memacu kenaikan produksi, produktivitas dan daya saing serta ekspor komoditas kelapa sehingga meningkatkan pendapatan petani dan para pelaku usaha terkait lainnya.

Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Anwar M. Nur di Jakarta, Kamis mengatakan upaya tersebut dilakukan melalui program kegiatan pengembangan kelapa setiap tahunnya yang terdiri dari peremajaan, perluasan dan intensifikasi perkebunan.

"Program ini diharapkan dapat meringankan beban petani dan memberi motivasi untuk terus membudidayakan kelapa,” ujar Anwar dalam peluncuran dan diskusi Buku “Industri Kelapa Indonesia, Komoditi Leluhur yang Termarginalkan” .

Menurut dia, kelapa merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor perkebunan yang mempunyai kontribusi cukup besar dalam menyumbang devisa negara.

Pada 2022 volume ekspor kelapa mencapai 2,03 juta ton dengan nilai 1,7 miliar dolar AS atau setara dengan Rp26,78 triliun.

Sementara itu luas areal perkebunan kelapa total 3,342 juta ha dengan jumlah produksi sebanyak 2,871 juta ton kopra atau setara dengan 14,3 miliar butir.

Dari total luas kelapa nasional tersebut, 99,09 persen atau 3,311 juta ha merupakan perkebunan rakyat dengan beragam kondisi dan melibatkan tidak kurang dari 5,7 juta KK petani.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistk (BPS) dalam lima tahun terakhir luas tanaman kelapa cenderung mengalami penurunan. Pada 2017 luas perkebunan kelapa 3,473 juta ha dan pada 2022 seluas 3,342 juta ha.

Terkait peremajaan tanaman kelapa yang sudah tua dan tidak produktif, Anwar mengungkapkan, anggaran APBN yang masih terbatas, yaitu rata-rata sebesar Rp90 miliar, hanya mampu membiayai pengembangan kelapa seluas rata-rata per tahun 10.000-15.000 hektare (ha). Sementara tanaman tua rusak yang harus diremajakan mencapai 400 ribu ha.

“Mengembalikan kejayaan kelapa nasional dan meningkatkan kesejahteraan petaninya tentu tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait lainnya,” ujar Anwar.

Direktur Eksekutif International Coconut Community (ICC) Jelfina C. Alouw mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang dihadapi industri kelapa Indonesia antara lain produktivitas yang rendah, infrastruktur jalan produksi yang belum memadai.

“Kita memang punya produksi kelapa yang besar. Tapi ada di ujung daerah yang susah dijangkau untuk diangkut,” katanya.

Menurut dia, aksesi varietas kelapa unggul di Indonesia masih tertinggal dari Filpina dan India. Saat ini yang tercatat sekitar 100 varietas kelapa unggul yang ada di Indonesia sementara India memiliki 455 varietas kelapa unggul, dan Filipina sebanyak 263 varietas kelapa unggul.

“Tapi saya yakin masih banyak kelapa unggul di Indonesia yang belum teridentifikasi,” katanya.

Ketua Umum Dewan Kelapa Indonesia (Dekaindo) Gamal Nasir mengatakan, berdasarkan data BPS di saat lahan perkebunan kelapa semakin menyusut namun produksi dan ekspor naik.

“Hal ini berarti potensi kelapa masih sangat besar untuk ditingkatkan. Hulu tertinggal dari hilir. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Hulu harus diperbaiki,” ujarnya.

Untuk memperbaiki hulu, peremajaan kelapa harus dilakukan agar produksi dan harga juga meningkat. Peremajaan kelapa tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Harus dilakukan gerakan nasional kelapa, seperti Gernas Kakao.

"Tanpa adanya Gernas Kelapa tidak bisa mengharapkan produksi kelapa meningkat, apalagi harga kelapa. Karena banyak pohon kelapa yang sudah tua rusak," kata mantan Dirjen Perkebunan Kementan itu.

Baca juga: Dirikan BUMD, Sumatera Selatan mulai andalkan ekspor buah kelapa

Baca juga: Sulut ekspor tepung kelapa ke tiga benua

Pewarta: Subagyo
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023