Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air di mana pada 2030 mendatang, industri otomotif di dalam negeri ditargetkan dapat memproduksi 9 juta unit sepeda motor listrik roda dua dan tiga serta 600 ribu unit mobil dan bus listrik.
Target tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 21,65 juta barel atau setara pengurangan emisi CO2 sebanyak 7,9 juta ton secara total.
“Perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia semakin tumbuh, dengan kapasitas yang jauh melampaui perkembangan pasar. Hal ini juga didorong dari berbagai kebijakan strategis dari pemerintah, termasuk memberikan kepastian usaha, penyusunan roadmap, dan pengoptimalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),” kata Plt. Sekretaris Jenderal Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Putu menyebutkan, hingga saat ini di Indonesia sudah ada lima perusahaan yang memproduksi bus listrik, dengan total kapasitas produksi sebesar 2.480 unit per tahun dan total investasi sebanyak Rp0,36 triliun.
Selain itu, telah ada tiga perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan total kapasitas produksi sebesar 34.000 unit per tahun dan total investasi Rp2,403 triliun.
Selanjutnya, terdapat 48 perusahaan memproduksi sepeda motor listrik dengan kapasitas produksi 1,427 juta unit per tahun dan total investasi Rp0,818 triliun.
Putu menambahkan, dalam mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik, Indonesia saat ini telah memiliki dua pabrik baterai, yaitu PT HLI Green Power dan PT International Chemical Industry (ABC).
PT HLI Green Power merupakan perusahaan hasil kolaborasi antara Hyundai Grup dan LG untuk memproduksi sel baterai, dengan kapasitas tahap pertama sebesar 10 GWh dan nilai investasi mencapai 1,1 miliar dolar AS.
“Pabrik baterai mobil listrik tersebut direncanakan akan selesai dibangun pada tahun 2023, dan bisa berproduksi komersial untuk menyuplai kebutuhan pabrik mobil listrik di tahun 2024,” ungkapnya.
Industri sel baterai ini nantinya menyuplai kebutuhan bagi sekitar 150.000-170.000 kendaraan listrik.
Sedangkan, PT International Chemical industry memiliki kapasitas produksi 100 MWh per tahun (setara 9 juta butir cell), dengan target total kapasitas produksi 256 MWh per tahun (setara 25 juta butir cell).
“Saat ini untuk sepeda motor listrik sudah terdapat tiga SNI yang mengatur ketentuan standardisasi Baterai Pack untuk KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu SNI untuk Baterai Secara Umum (OnBoard dan Swap) dan SNI untuk baterai Swap,” imbuhnya.
Sesuai dengan amanat Perpres 55 Tahun 2019, pemerintah juga memberikan insentif baik kepada konsumen maupun terhadap industri manufaktur.
Insentif kepada konsumen, antara lain PPnBM 0 persen dan PPN DTP, BBN & PKB KBLBB 0 persen dari dasar pengenaan pajak, suku bunga yang rendah dan uang muka 0 persen, diskon tambah daya listrik, pelat nomor khusus, serta bantuan pembelian kendaraan listrik roda dua sebesar Rp7 juta.
Sementara itu, insentif kepada industri manufaktur, meliputi tax holiday, mini tax holiday, tax allowance, fasilitas Bea Masuk (Master List), BMDTP, dan Super Tax Deduction.
“Dengan adanya insentif-insentif untuk produsen ini, diharapkan akan memicu produksi berbagai jenis KBLBB di Indonesia,” kata Putu.
Baca juga: Mendag ajak China produksi kendaraan listrik di Indonesia
Baca juga: ABeam Consulting rilis laporan upaya tingkatkan penggunaan EV di RI
Baca juga: Ekonom: RI bisa jadi pusat manufaktur kendaraan listrik di ASEAN
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023