... ada satu kelompok masyarakat yang tersinggung dengan sikap represif polisi... "Solo, Jawa Tengah (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah, La Ode Ida, mengingatkan, Poso jangan dicap sebagai basis teroris, karena daerah itu sebetulnya merupakan daerah yang memiliki masyarakat ramah, santun, dan tidak memiliki watak kekerasan.
"Jangan mudah mencap suatu daerah sebagai basis teroris. Sebab di daerah manapun bisa saja terjadi apabila ada sikap-sikap terlalu represif oleh kelompok-kelompok tertentu, apakah itu aparat pemerintah atau maupun masyarakat," kata Ida, kepada wartawan, di Solo, Selasa.
Bom bunuh diri di dalam kompleks kantor polisi di Poso terjadi dua hari lalu. Pelaku menancap gas sepeda motornya dengan tubuh penuh bom rakitan berisikan bahan peledak, gotri logam, dan paku-paku. Beberapa orang terluka dalam serangan teror itu.
Ia mengatakan, seperti kasus Poso, sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari peristiwa-peristiwa lalu. Misalnya penggerebekan yang bersifat massal dari rumah ke rumah pasca ditemukan dua personil polisi terbunuh.
Dia katakan, tindakan polisi agak lebih represif ke kelompok masyarakat tertentu. Sehingga diduga ada satu kelompok masyarakat yang tersinggung dengan sikap represif polisi. Sehingga mereka memerlukan perlawanan.
"Ya kalau secara terbuka mereka tidak bisa, maka mereka melakukan secara diam-diam dengan tindakan fatalistik seperti bunuh diri. Bila ditinjau dari teori sosiologi, sebagai akibat rasa frustasi, selain ada harapan setelah meninggal nanti sebagai mati sahid," katanya.
Menurut senator itu, aktor bom bunuh diri seperti di Poso yang terjadi Senin (3/6), harus ditelusuri secara cermat apakah memiliki jaringan yang sama dengan pelaku di tempat lain, misalnya pelaku di Solo atau Jakarta.
"Kasus Poso, kalau melihat sasarannya adalah polisi, berarti motivasinya didorong oleh peristiwa-peristiwa tingkat lokal. Tidak bisa digeneralisasi. Belum tentu juga tentu mereka teroris. Kalaupun yang melakukan tindakan fatalis, iya bisa dikatakan teroris karena bunuh diri, tetapi yang lain jangan," kata dia.
Ia mengatakan, seperti kasus Poso, sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari peristiwa-peristiwa lalu. Misalnya penggerebekan yang bersifat massal dari rumah ke rumah pasca ditemukan dua personil polisi terbunuh.
Dia katakan, tindakan polisi agak lebih represif ke kelompok masyarakat tertentu. Sehingga diduga ada satu kelompok masyarakat yang tersinggung dengan sikap represif polisi. Sehingga mereka memerlukan perlawanan.
"Ya kalau secara terbuka mereka tidak bisa, maka mereka melakukan secara diam-diam dengan tindakan fatalistik seperti bunuh diri. Bila ditinjau dari teori sosiologi, sebagai akibat rasa frustasi, selain ada harapan setelah meninggal nanti sebagai mati sahid," katanya.
Menurut senator itu, aktor bom bunuh diri seperti di Poso yang terjadi Senin (3/6), harus ditelusuri secara cermat apakah memiliki jaringan yang sama dengan pelaku di tempat lain, misalnya pelaku di Solo atau Jakarta.
"Kasus Poso, kalau melihat sasarannya adalah polisi, berarti motivasinya didorong oleh peristiwa-peristiwa tingkat lokal. Tidak bisa digeneralisasi. Belum tentu juga tentu mereka teroris. Kalaupun yang melakukan tindakan fatalis, iya bisa dikatakan teroris karena bunuh diri, tetapi yang lain jangan," kata dia.
Pewarta: Joko Widodo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013
Nggak ngerasain di tagih utang lagi.
diKuburan sudah disiapin 72 bidadari bermata bolong (sundel bolong)
Konyol Tolol Goblok !!!
Disuruh jadi jadi Zombee mau-mau aja.