Sebanyak 40.000 ton itu awal November datang bertahap, yang 30.000 ton lagi, bisa di 2024.
Makassar (ANTARA) - Pemimpin Wilayah Perum Bulog Kanwil Sulselbar M Imron Rosidi menyebutkan bahwa beras impor untuk daerah ini bertambah, dari sebelumnya hanya 40.000 ton, kini menjadi 70.000 ton. Beras impor ini direncanakan akan tiba di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada November mendatang.

"Ada 70.000 ton, 40.000 ton itu dari Thailand dan 30.000 itu kami belum tahu. Sebanyak 40.000 ton itu awal November datang bertahap, yang 30.000 ton lagi, bisa di 2024," kata Imron, di Makassar, Kamis.

Dijadwalkan tiba di Sulsel pada awal November, ribuan beras impor ini tiba secara bertahap, mulai dari 12.500 ton sebanyak dua kali, lalu masing-masing 7.500 ton sebanyak dua kali pula.

Impor beras yang terjadi di Sulsel, kata Imron, telah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Termasuk dalam menindaklanjuti berbagai program pemerintah, seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) maupun bantuan sosial lainnya.

El Nino juga tidak dipungkiri sebagai salah satu penyebab kurangnya serapan gabah di tingkat petani. Penyebabnya adalah kondisi kekeringan ekstrem yang disebabkan oleh El Nino, sehingga tidak sedikit pertanian padi mengalami gagal panen karena kekurangan air.

"Ada pula hama tanaman, peristiwa El Nino juga, sehingga tidak seimbang supply and demand. Hasilnya, harga naik. Apalagi Sulsel itu menjadi daerah yang paling terakhir panen, sehingga diserbu oleh daerah yang kekurangan stok beras," ujar Imron pula.

Tingginya harga gabah kering di tingkat penggilingan menyebabkan Perum Bulog berhenti melakukan penyerapan terhadap hasil pertanian petani.

"Saya baru serap 85.000 ton. Padahal mestinya bisa diserap di atas itu. Kendalanya mahal," kata Imron.

Kemampuan daya beli Bulog untuk GKP (Gabah Kering Panen) maksimal Rp6.300/kg, sementara harga pada tingkat petani lebih dari Rp7.000/kg.

Kenaikan harga gabah tentunya diikuti dengan kenaikan harga beras. Saat ini, harga beras telah berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yaitu Rp9.950/kg batas maksimal, sedangkan harga di pasaran telah mencapai Rp12.000/kg.

Imron mengakui bahwa tingginya harga beras akan menguntungkan para petani sebagai produsen. Hanya saja, konsumen juga harus dipikirkan

"Di tengah-tengah itulah Bulog ada. Produsen untung, dan konsumennya jangan sampai konsumen tidak bisa beli. Kalau tidak bisa beli, maka otomatis harga beras turun lagi," kata dia lagi.
Baca juga: Bulog sebut 500 ribu ton beras impor tambahan tiba pada Desember
Baca juga: Bulog jelaskan soal impor beras 1 juta ton dari China

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023