Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lowy Institute Australia Dr Rahman Yaacob berpendapat Indonesia bisa memanfaatkan wilayahnya yang berada di lokasi strategis untuk menjamin keamanannya.

Dalam Kongres Indonesia Dunia ke-5 (5th World Indonesianists Congress/WIC) di Surakarta, Jawa Tengah, pada Kamis, dia mengatakan bahwa kebijakan Indonesia yang tidak berpihak (non-aligned) dengan negara mana pun mungkin akan menguntungkan.

Namun, dia menegaskan bahwa Indonesia akan mengambil keputusan yang sulit jika ada salah satu negara besar yang ingin menggunakan perairan Indonesia untuk berinteraksi dengan negara besar lainnya.

“Saya pikir Indonesia harus mengambil keputusan yang sulit apakah akan meninggalkan kebijakan tidak berpihak dan memilih satu kekuatan dibanding kekuatan lainnya,” ujar Rahman.

Rahman mengatakan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan keuntungan, pro dan kontra memihak salah satu negara besar dibandingkan negara besar lainnya.

Sementara itu, Prof Natasha Hamilton-Hart dari Universitas Auckland, Selandia Baru, mengaku akan sangat terkejut jika Indonesia menandatangani aliansi militer secara formal .

“Saya akan sangat terkejut jika Indonesia menandatangani aliansi militer formal atau menjadi tuan rumah bagi pangkalan asing di wilayah Indonesia. Saya akan sangat terkejut jika hal itu terjadi dalam 20 tahun ke depan,” katanya.

Namun, Natasha mengatakan dirinya cukup yakin bahwa Indonesia bisa menghadapi isu-isu internasional yang muncul dari negara-negara tetangga dengan cara yang matang dan konstruktif.

“Hubungan yang baik dengan tetangga Anda tidak berarti Anda tidak pernah berselisih paham, atau tidak ada hal yang mengganggu, tetapi Anda punya cara untuk menghadapinya. Dan saya cukup yakin bahwa Indonesia akan menanganinya,” katanya.

Dia berpendapat sebuah isu akan menjadi serius jika menjadi perdebatan dalam negeri, kontroversial secara politik, dan pemerintah Indonesia mendapat tekanan untuk menanggapi isu tersebut sehingga menimbulkan konflik dengan negara tetangga.

“Namun, berdasarkan cara menyelesaikan perselisihan selama 20 tahun terakhir, menurut saya (Indonesia) semakin konstruktif. Kita telah melihat tingkat kerja sama yang lebih tinggi mengenai isu-isu yang sebelumnya dianggap sensitif,” kata Natasha.

Leonard Sebastian dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura berpendapat bahwa dimensi politik dalam negeri akan mendorong proses kebijakan luar negeri Indonesia.

Dia mengatakan bahwa akan ada tantangan ke depan tentang bagaimana isu-isu dipandang di dalam negeri dan bagaimana hal tersebut akan berdampak pada pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya.

Leonard mengkhawatirkan dinamika transaksional dapat mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan.

Kongres yang digelar oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Universitas Sebelas Maret (UNS) tersebut mengangkat tema “Menuju Era Keemasan 2045: Indonesia dan Perannya dalam Mengubah Lanskap Regional dan Global”.

Baca juga: Kemlu ingin Kongres Indonesianis perbarui koneksi WNI di seluruh dunia
Baca juga: Kongres Indonesianis pintu masuk tingkatkan persahabatan, kerja sama


Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023