Tapi dengan berkembangnya teknologi kedokteran, ternyata penanganannya bisa sangat menolong
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Heartology Cardiovascular Hospital menyatakan bahwa tindakan Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI) dapat membantu mempertahankan kualitas hidup pasien yang terkena serangan jantung.

“Serangan jantung itu kondisi yang sangat berbahaya, dengan risiko kematian yang tinggi. Tapi dengan berkembangnya teknologi kedokteran, ternyata penanganannya bisa sangat menolong pasien,” kata Dr. dr. Jajang Sinardja, Sp.JP(K) dalam temu media di Jakarta, Jumat.

Jajang menuturkan semakin cepat tindakan kateterisasi itu dilakukan, keberhasilan penanganan pada pasien serangan jantung dapat lebih tinggi, dibandingkan dengan pasien yang sudah dibawa ke rumah sakit namun menolak untuk segera menjalani tindakan.

Semakin cepat dan tepat ditangani, maka angka kematiannya hanya sekitar tiga persen karena prosedur itu sudah teruji dan terbukti berhasil sejak puluhan tahun lalu.

Baca juga: Mengenal serangan jantung hingga tips pencegahannya

Sayangnya, ia menyoroti banyak pasien yang memilih untuk tidak melakukan Primary PCI secepat mungkin pada pasien dengan alasan takut hal buruk terjadi, memikirkan besar biaya yang akan dikeluarkan, dan lebih memilih menggunakan obat atau jenis penanganan lainnya.

Jajang menilai sikap tersebut timbul karena pengetahuan masyarakat soal serangan jantung dan cara penanganannya masih terbilang rendah di Indonesia. Padahal bila diperhatikan, PCI dapat menyelamatkan pasien saat itu juga.

Serangan jantung terjadi karena adanya pembentukan plak pada pembuluh darah yang ada di jantung akibat penumpukan lemak jahat (LDL), sehingga menyumbat aliran darah, dan bisa menyebabkan jantung berhenti mendadak.

Maka dari itu, ia meminta agar masyarakat mempelajari metode itu lebih mendalam, supaya tidak panik atau merasa takut ketika sewaktu-waktu datang ke rumah sakit untuk meminta pertolongan.

Jajang menjelaskan bahwa Primary PCI adalah sebuah prosedur yang dilakukan dengan tujuan utama untuk menyelamatkan pasien serangan jantung, dengan membuka kembali arteri koroner sehingga aliran darah ke otot jantung kembali normal.

Baca juga: Gaya hidup tak sehat sebabkan anak muda terserang penyakit jantung

Tindakan dalam prosedur intervensi non-bedah tersebut dilakukan dengan cukup memasukkan selang kecil yang fleksibel (kateter) melalui pembuluh pergelangan tangan ataupun pangkal paha menuju arteri koroner yang tersumbat, dan membuka sumbatan tersebut dengan balon maupun stent.

Meski tingkat keberhasilannya tinggi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, Jajang menekankan prosedur tersebut harus dilakukan sesegera mungkin, yaitu selama fase door to balloon time yaitu sebuah istilah untuk mengukur waktu yang paling optimal dalam penanganan serangan jantung, mulai dari pasien masuk IGD, hingga dilakukan pemasangan balon untuk membuka arteri koroner yang tersumbat.

Bila disesuaikan dengan standar internasional, penanganannya dilakukan segera dalam kurun waktu maksimal 90 menit di ruang kateter (cath lab).

“Serangan jantung merupakan kasus emergensi yang harus segera ditangani oleh tim medis dan dokter spesialis jantung. Fasilitas diagnostik dan cath lab yang lengkap, cepat dan akurat akan sangat mempengaruhi prognosis atau harapan hidup pasien,” ujarnya.

Baca juga: Dokter: Obat-obatan herbal bukan solusi atasi serangan jantung

Baca juga: Waspadai enam penyebab risiko serangan jantung di usia muda

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023