Jakarta (ANTARA News) - Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) AP Batubara menilai langkah pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat, karena akan menimbulkan penderitaan bagi rakyat, terutama adanya kenaikan harga kebutuhan pokok.

Anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP tersebut kepada wartawan di Jakarta, Rabu, mengatakan, seharusnya pemerintah mengambilkan kebijakan lain untuk menutupi subsidi BBM tersebut.

Menurut AP Batubara yang akrab disapa "AP" itu, pemerintah dapat mengambil dari sisa anggaran yang tidak terpakai setiap kementerian/lemabaga negara per tahun untuk menutupi subsidi BBM itu sehingga harga BBM tidak perlu dinaikkan.

Selain itu, pemerintah dapat memberlakukan konversi BBM selain premium, seperti memaksimal BBM dari nabati (tanaman jarak) dan gas untuk kendaraan bermotor, sehingga mampu menghemat subsidi BBM.

AP menyatakan ketidaksetujuannya atas adanya dana kompenasi yang dibagikan secara tunai dalam program program bantuan langsung sementara bagi masyarakat miskin (BLSM) karena hal tersebut tidak mendidik kepada masyarakat miskin, tetapi seharusnya penduduk miskin diberikan modal usaha dan pembangungan infrastruktur pedesaan, pertanian dan nelayan.

Sebelumnya diberitakan, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP Effendi Simbolon, mempertanyakan dasar pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dan alasan pemerintah mengedepankan BLSM.

"Apakah benar itu hanya sebagai dampak proteksi inflasi dari kenaikan BBM? Terus, kenapa BBM dinaikkan?" ujar Effendi di Jakarta, Selasa (28/5).

Menurut Effendi, alasan kenaikan harga BBM tersebut tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan BBM bersubsidi. Karena, BBM bersubsidi seharusnya dikelola dengan baik. "Pengelolaannya kan harus menghemat, baik kiloliternya, demikian juga rupiahnya," katanya.

"Konversi ke bahan bakar non-minyak, yang jelas harganya lebih murah. Kemudian, tidak ada sarana transportasi alternatif bagi masyarakat. Tidak terlihat pembangunan yang mengarah ke pengelolaan menghemat BBM bersubsidi," katanya.

Effendi menilai, enam bulan setelah keputusan diambil, maka problem yang sama akan muncul, yaitu kuota BBM subsidi akan membengkak, dan harganya juga akan membenani APBN.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013