Gaza (ANTARA) - Ketika Israel meminta warga Palestina di kamp pengungsi Beach di Kota Gaza untuk mengungsi ke selatan karena lebih aman, Dima Al-Lamdani dan keluarganya berharap bisa selamat dari bombardemen pasukan Israel.

Namun beberapa hari kemudian, dia harus mengidentifikasi jenazah para kerabatnya di kamar mayat darurat di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan.

Dia mengaku kehilangan kedua orang tuanya, tujuh saudara kandung, dan empat anggota keluarga pamannya dalam serangan udara Israel.

"Mereka (Israel) memberi tahu kami untuk meninggalkan tempat kami dan pergi ke Khan Younis karena di sana aman... Mereka berkhianat dan mengebom kami," ujarnya.

Dima mengatakan keluarganya dan keluarga pamannya menempuh perjalanan dengan dua mobil melintasi Jalur Gaza, yang dibombardir terus menerus oleh Israel sejak kelompok Hamas melancarkan serangan pada 7 Oktober. Mereka lalu tinggal di tempat penampungan sementara di Khan Younis.

"Pukul 4.30 pagi saya bangun dan duduk bersama bibi saya sambil minum kopi. Tiba-tiba saya terbangun di tengah reruntuhan. Semua orang di sekitar saya berteriak, jadi saya berteriak," kata Dima, yang wajahnya memar dan tergores.

Dia mengatakan setelah mencari anggota keluarganya di kamar mayat pada 17 Oktober, hanya adik laki-lakinya dan dua sepupunya yang selamat tetapi mengalami luka-luka.

"Ini mimpi buruk. Tak akan pernah hilang dari ingatan saya," katanya.

"Saya punya adik perempuan, usianya 16 tahun. Mereka menulis nama saya di lembaran putih yang membungkus jenazahnya, mereka pikir itu saya," kata Dima.

Juru bicara militer Israel mengatakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah memperingatkan penduduk di Jalur Gaza utara untuk bergerak ke selatan dan tidak berada di dekat tempat persembunyian Hamas di Kota Gaza.

"Tetapi akhirnya, Hamas telah berbaur dengan penduduk sipil di seluruh Jalur Gaza. Jadi, di mana pun Hamas muncul, IDF akan menyerangnya…" kata sang jubir.

Dia menambahkan bahwa serangan itu dilakukan untuk melemahkan kemampuan Hamas, sembari mencegah ancaman bahaya bagi warga sipil yang tidak terlibat.

Otoritas kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 5.000 orang tewas dan lebih dari 15.000 orang terluka akibat bombardemen Israel dalam dua pekan terakhir.

Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Israel memblokade Jalur Gaza secara total, sehingga 2,3 juta orang di wilayah itu kekurangan air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.

Pada Senin, konvoi ketiga truk bantuan dikabarkan memasuki gerbang perlintasan Rafah dari Mesir menuju Gaza. Rafah tidak berbatasan dengan Israel.

Pengiriman bantuan kemanusiaan melalui Rafah dimulai pada Sabtu setelah sempat tertahan di Mesir akibat perdebatan soal prosedur pemeriksaan dan serangan Israel di Gaza.

Pada Sabtu dan Minggu, 34 truk melintasi perbatasan. PBB mengatakan sekitar 100 truk bantuan diperlukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan pokok di Gaza.

Sumber: Reuters
Baca juga: Perang Jalur Gaza, pasukan Israel akui lakukan serangan darat terbatas
Baca juga: Kemenkes Gaza sebut Israel gunakan senjata sebabkan luka bakar parah
Baca juga: UNRWA : Tanpa bahan bakar, bantuan kemanusian di Gaza akan terhenti

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023