Washington (ANTARA) - Jelang KTT iklim COP28 di Dubai bulan depan, negara-negara masih belum sepakat soal pembentukan dana untuk membantu mereka yang terdampak perubahan iklim.

Komite 24 negara yang merancang dana "kerugian dan kerusakan" menggelar pertemuan terakhir pada Sabtu di Aswan, Mesir.

Namun dalam pertemuan itu, negara-negara berkembang dan negara-negara maju berselisih soal siapa yang seharusnya mengawasi dana itu, siapa yang harus membayar, dan negara mana yang berhak menerima pendanaan.

Komite itu diharapkan menyusun daftar rekomendasi untuk pengelolaan dana tersebut, yang disepakati dalam COP27 di Sharm el-Sheikh, Mesir.

Dana tersebut akan menjadi dana pertama PBB yang didedikasikan untuk mengganti kerusakan yang tidak bisa diperbaiki akibat kekeringan, banjir, dan naiknya permukaan laut yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Komite itu sepakat untuk bertemu sekali lagi di Abu Dhabi pada 3 November untuk menjembatani perselisihan yang bisa mewarnai perundingan iklim selama dua pekan dalam COP28.

"Seluruh negosiasi COP28 bisa berhenti jika prioritas negara-negara berkembang soal dana kerugian dan kerusakan tidak cukup ditangani," kata Preety Bhandari, penasihat senior bidang keuangan di World Resources Institute.

Salah satu isu paling kontroversial pekan lalu adalah apakah Bank Dunia harus menyimpan dana tersebut seperti keinginan Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya, atau apakah PBB harus mendirikan badan baru untuk mengelola dana tersebut seperti yang diusulkan oleh negara-negara berkembang.

Semua presiden Bank Dunia ditunjuk oleh AS. Menyimpan dana tersebut di sana akan membuat negara-negara donor memiliki pengaruh besar dan menimbulkan biaya tinggi di negara penerima, kata negara-negara berkembang.

"Kultur operasional (Bank Dunia)… saya kira tidak sesuai dengan apa yang kami inginkan dari fasilitas iklim yang baru ini," kata Duta Besar Kuba untuk PBB Pedro Pedroso Cuesta.

Kuba adalah Ketua G77, kelompok negara-negara berkembang.

Cuesta mengatakan pembentukan "entitas baru yang independen" untuk mengelola dana tersebut adalah inti dari sikap negara-negara berkembang.

Menanggapi kritik tersebut, juru bicara Bank Dunia mengatakan pihaknya berkomitmen untuk bekerja sama dengan negara-negara jika mereka setuju tentang bagaimana merancang dana kerugian dan kerusakan.

AS, Uni Eropa, dan negara lainnya menginginkan penggunaan dana yang lebih terarah.

Uni Eropa menginginkan dana itu diberikan kepada negara yang paling "rentan", sementara AS mengatakan dana tersebut difokuskan pada dampak perubahan iklim yang terjadi secara perlahan seperti naiknya permukaan laut. Negara-negara juga berselisih soal siapa yang harus membayar.

Brandon Wu, direktur kebijakan & kampanye ActionAid USA, sebuah lembaga swadaya masyarakat, mendesak AS untuk menarik tuntutannya agar Bank Dunia menjadi pengelola dana.

Christina Chan, penasihat senior Utusan Khusus Perubahan Iklim AS John Kerry, menanggapi kritik bahwa AS menghalangi kemajuan dalam pembentukan dan kerugian dan kerusakan.

"Kami telah bekerja dengan tekun setiap saat untuk mengatasi kekhawatiran, memecahkan masalah, dan mencari solusinya," kata dia.

Sumber: Reuters
Baca juga: Presiden COP28 ajak dunia lebih berani dan tegas penuhi ambisi iklim
Baca juga: UAE gelar temu tokoh agama dunia bahas perubahan iklim
Baca juga: UAE restorasi hutan bakau untuk lawan perubahan iklim

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023