penangkapan CO2 dengan adsorpsi dianggap sebagai metode yang menjanjikan karena konsumsi energinya yang rendah
Yogyakarta (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada mengembangkan inovasi teknologi penyerap gas karbon (CO2) terintegrasi yang bisa dipantau secara real time berbasis sensor cerdas.

"Teknologi yang kami kembangkan ini bisa menangkap gas CO2 dari udara melalui proses adsorpsi fisika dengan membran yang terbuat dari ekstrak tempurung kelapa," kata Ketua Tim Pengembang Teknologi Javier Ahmad melalui keterangan resmi UGM di Yogyakarta, Selasa.

Javier mengatakan teknologi itu diberi nama "CAPTURE" atau Carbon Abatement, Performance Traking, and Utilization with Real Time Evaluation.

Pengembangan alat itu, kata dia, dilatarbelakangi keinginan untuk mendukung upaya Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca baik di tingkat regional maupun global.

Menurut dia, kendala terbesar dalam menyerap gas CO2 yang sudah terlepas ke atmosfer adalah luasnya area penyebaran sehingga diperlukan alat yang mampu mengarahkan udara mengandung CO2 ke dalam filter yang mampu secara spesifik menangkap CO2 dari udara.

Baca juga: Program BRI Menanam diproyeksi serap karbon 108 ribu ton CO2 pada 2026
Baca juga: Perhutani siap berkontribusi aktif wujudkan dekarbonisasi di Indonesia


Oleh sebab itu, dia bersama tim menggagas pengembangan teknologi untuk menangkap gas CO2 dari udara melalui proses adsorpsi fisika dengan membran yang terbuat dari ekstrak tempurung kelapa.

"Penangkapan CO2 dengan adsorpsi dianggap sebagai metode yang menjanjikan karena konsumsi energinya yang rendah selama regenerasi, biaya investasi yang rendah, dan tidak ada polutan atau produk sampingan yang dihasilkan," ujar mahasiswa Teknik Fisika UGM ini.

Pemanfaatan tempurung atau batok kelapa sebagai membran adsoprsi, kata Javier, karena keberadaannya yang sangat melimpah di Tanah Air dan belum dimanfaatkan secara optimal.

"Batok kelapa ini memiliki kadar abu yang rendah, mikropori yang banyak dan memiliki reaktivitas tinggi. Lalu, dari beberapa jurnal diketahui batok kelapa sudah banyak digunakan sebagai filter karbon dan menunjukkan hasil yang bagus," ujar dia.

Baca juga: Mikroorganisme di dedaunan membusuk bisa serap karbon monoksida
Baca juga: Padang Lamun serap karbon 992,67 kiloton/tahun


Anggota tim pengembang, Wahyu T. Wicaksono menambahkan CAPTURE bekerja dengan menghisap udara ambien ke dalam sistem.

Udara yang masuk kemudian difiltrasi dengan filter makro dan filter karbon sebagai adsorben sehingga hasilnya bisa dipantau secara langsung baik terkait kondisi udara maupun kualitas filter adsorben.

Udara bebas karbon dan kejenuhan filter juga dapat diamati secara real time.

"Rencananya alat digunakan pada bangunan hijau. Alat ini bekerja dengan menarik udara dari luar bangunan kemudian menangkap unsur karbon yang ada di udara tersebut kemudian meneruskan udara yang sudah bersih ke dalam bangunan hijau tersebut," kata dia.

Baca juga: Menparekraf dukung Pohon Kolektif GoGreener untuk serap jejak karbon
Baca juga: Para ilmuwan serap karbon dioksida untuk dinginkan Bumi
Baca juga: Para ilmuwan serap karbon dioksida untuk dinginkan Bumi

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023