Jakarta (ANTARA News) - Direktur Penjualan dan Pemasaran PT Garuda
Indonesia, Agus Priyanto, bungkam kepada wartawan usai diperiksa selama
10 jam terkait dugaan korupsi penjualan tiket domestik di tubuh maskapai penerbangan nasional itu.
Meski tidak mau menjawab pertanyaan wartawan, usai diperiksa di Gedung
KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis, Agus mengundang para wartawan untuk
mendengar penjelasan manajemen PT Garuda tentang pengalihan penjualan tiket domestik dari Garuda ke Bank Settlement Plan (BSP) pada 2001.
"Saya tidak akan menjawab. Tetapi saya akan jelaskan secara gamblang
dan alokasikan waktu secara khusus buat kawan-kawan wartawan. Sehari penuh kita ngobrol, tetapi soal BSP, bukan soal materi pemeriksaan," tuturnya.
Agus berjanji untuk mengatur pertemuan wartawan dengan Kepala Komunikasi Garuda, Pudjobroto. Ia bahkan mengatakan akan membawa tim teknis untuk memberi penjelasan kepada wartawan.
"Nanti akan saya atur waktunya khusus," ujarnya.
Agus tetap menghindar ketika ditanya wartawan soal dasar pengalihan
penjualan tiket domestik kepada BSP dan adanya dugaan keterlambatan bayar
dari BSP kepada Garuda yang menyebabkan terhambatnya "cashflow" Garuda.
Agus hanya mengatakan ia diperiksa bukan dalam kapasitas jabatannya
yang sekarang.
"Tadi pemeriksaan mengenai dugaan korupsi di Garuda tentang BSP. Saya
diperiksa sekarang bukan sebagai kapasitas jabatan saya sekarang. Tetapi,
waktu itu saya sebagai vice president revenue management, di bawah Bahrul
Hakim (Direktur Niaga dan Pemasaran PT Garuda-red)," ujarnya.
Ia juga mengatakan tidak termasuk dalam tim pengkaji pengalihan
penjualan tiket domestik dari Garuda kepada BSP, tetapi hanya sebagai
steering comittee.
KPK sebelumnya telah memeriksa General Manager PT Garuda Indonesia di
Wilayah Semarang, Aryo Kartiko Bardijan dan Manager Proteksi dan audit
penerimaan pajak PT Garuda Indonesia, Suharto.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki dugaan kerugian
negara dalam penjualan tiket domestik PT Garuda Indonesia setelah adanya
pengalihan pengelolaan dari PT Garuda kepada BSP domestik yang bernanung di bawah organisasi penerbangan internasional (IATA) pada 2001.
Berdasarkan informasi yang dihimpun ANTARA, Garuda mulai mengalihkan
penjualan tiket domestik dari rekanan Garuda , yaitu para biro perjalanan, kepada BSP domestik pada 2001. Biro perjalanan menyetorkan uang hasil penjualan tiket domestik melalui rekening BSP domestik di Citibank.
Dalam perjanjian, disebutkan BSP harus menyetorkan hasil penjualan
tiket domestik yang jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah itu ke Garuda setiap tanggal 17 per bulannya. Namun, dalam praktiknya, BSP menyetorkan terlambat hingga tiga hingga enam hari setiap bulannya, sehingga BSP menikmati "overnight interest" dari bank, sedangkan Garuda terganggu aliran dana untuk operasionalnya.
KPK tengah menyelidiki potensi kerugian negara akibat keterlambatan
pembayaran dari BSP kepada Garuda yang telah berlangsung sejak 2001.
Selain mengakibatkan terganggunya "cashflow" Garuda, pengelolaan
penjualan tiket domestik kepada BSP domestik itu juga mengakibatkan
birokrasi penjualan tiket yang lebih panjang sehingga para biro perjalanan enggan untuk memasarkan tiket Garuda dan akhirnya mengakibatkan penurunan penjualan tiket domestik maskapai penerbangan nasional yang menanggung kerugian hingga 800 juta dolar AS per tahun itu.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006