Beirut (ANTARA News) - Lebanon mengeluarkan seruan baru bagi gencatan senjata, Kamis, setelah gempuran-gempuran udara Israel menewaskan lebih dari 50 warga sipil dalam serangan paling mematikan di wilayah negara itu dalam waktu satu dasawarsa. "Tuntutan utama Lebanon adalah gencatan senjata penuh dan segera dan penghentian agresi terbuka Israel ini," kata Menteri Penerangan Ghazi Aridi setelah pertemuan kabinet Kamis, seperti dikutip AFP. "Belum ada hasil, dan pihak Israel melanjutkan agresi ini. Namun kami harus menggunakan segala cara dan kemampuan, di semua tingkatan, untuk menghentikan agresi ini," katanya. Aridi dan Perdana Menteri Fuad Siniora telah bertemu dengan duta besar dari negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan sejumlah negara Arab untuk meminta bantuan guna mengakhiri ofensif Israel. Itu merupakan pertemuan pemerintah Lebanon yang kedua sejak kelompok Hizbullah menangkap dua prajurit Israel dan membunuh delapan prajurit, Rabu, yang menyulut pembalasan besar-besaran Israel. Pemerintah Lebanon membantah bertanggung jawab atas penangkapan prajurit-prajurit itu, dalam apa yang disebut Israel sebagai sebuah "aksi perang", dan mendesak pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB. Kekerasan itu merupakan yang terburuk sejak Israel melancarkan ofensif ke Lebanon pada 1996 yang menewaskan sekitar 160 orang dan terjadi enam tahun setelah negara Yahudi tersebut menarik pasukannya dari wilayah selatan Lebanon. Pesawat-pesawat tempur Israel membom bandara internasional Lebanon dalam serangan langsung pertama terhadap fasilitas itu sejak 1968 dan menyerang Lebanon selatan setelah menjanjikan pembalasan keras atas serangan Hizbullah. Negara Yahudi tersebut telah menolak tuntutan agar mereka membebaskan tahanan-tahanan Arab sebagai imbalan atas pembebasan prajurit-prajurit Israel yang ditangkap, yang diidentifikasi sebagai Ehud Goldwasser (31) dan Eldad Regev (26).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006