Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 11 kontraktor kontrak kerja sama menjanjikan dapat memenuhi produksi minyak sesuai target RAPBN Perubahan 2013.

Keyakinan itu disampaikan ke-11 kontraktor tersebut dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini di Jakarta, Selasa.

Produksi minyak ke-11 kontraktor tersebut merupakan 85,45 persen dari keseluruhan produksi nasional yang dihasilkan 52 perusahaan.

Rudi Rubiandini mengatakan, berdasarkan penjelasan KKKS tersebut, pihaknya optimis mencapai produksi minyak sesuai target RAPBN Perubahan 2013 sebesar 840.000 barel per hari.

"Sampai 15 Mei 2013, produksi memang masih 833.000 barel per hari, namun kami optimis mencapai 840.000 barel per hari," katanya.

Sesuai target yang ditetapkan SKK Migas, produksi ke-11 KKKS adalah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sebesar 320.266 barel per hari, PT Pertamina EP 123.144 barel, Total E&P Indonesie 71.266 barel, PHE ONWJ 38.020 barel, dan CNOOC SES Ltd 36.966 barel.

Selain itu ConocoPhillips Indonesia Ltd 32.830 barel per hari, Chevron Indonesia Company 26.217 barel, Mobil Cepu Ltd 25.093 barel, PetroChina (Jabung) Ltd 15.966 barel, Badan Operasi Bersama Bumi Siak Pusako (BOB BSP) 15.013 barel, dan Vico Indonesia 12.991 barel.

Dirut CPI Hamid Batubara mengatakan, pihaknya siap memproduksi minyak sesuai target sebesar 320.266 barel per hari.

"Namun, kami hanya khawatirkan persoalan pembebasan lahan yang kini makin sulit," katanya.

Ia mencontohkan, untuk membebaskan lahan pemboran seluas satu ha membutuhkan waktu selama 18 bulan. "Ini bakal mengganggu produksi nasional," katanya.

Kendala lain, lanjut Hamid, adalah kasus bioremidiasi yang juga berpotensi mengganggu produksi. "Kami sudah lakukan prosedur bioremediasi dengan benar, tapi malah disalahkan," ujarnya.

Dirut Pertamina EP Syamsu Alam mengatakan, pihaknya optimis mencapai produksi 128.000-130.000 barel per hari. Sampai 15 Mei 2013, rata-rata produksi Pertamina EP adalah 122.550 barel per hari.

Sama seperti CPI, kendala utama Pertamina EP adalah pembebasan lahan dan ditambah masalah perizinan. Dalam rapat juga terungkap permasalahan pembebasan lahan juga dialami Vico dan BOB BSP.

Sementara, Dirut PHE ONWJ Jonly Sinulingga mengatakan, pihaknya menghadapi kendala aturan pipa yang harus ditanam di bawah dasar laut.

"Aturan tersebut membuat biaya dan waktu makin bertambah," katanya.

Menurut dia, biaya menanam pipa sepanjang satu km bisa mencapai satu juta dolar AS. "Ini akan menambah `cost recovery`," katanya.

Kendala lain adalah aturan "cabotage" dan membuang limbah ke laut lebih dalam yang juga berdampak pada pembengkakan biaya.Hambatan "cabotage" juga dialami Chevron Indonesia Company.

Sedangkan PetroChina menyampaikan kendala perizinan mengganggu pencapaian target produksi.

(K007/S004)

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013