Jakarta (ANTARA) - "Kalau kita gagal memanfaatkan window of opportunity ini, kita akan menjadi orang yang berdosa bagi anak cucu kita, karena seumur hidupnya, mereka akan hidup di negara middle income country," demikian yang kerap digaungkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin dalam berbagai kesempatan.

Jendela kesempatan bangsa Indonesia untuk menjadi negara maju sudah berada di depan mata. Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografinya pada 2030-2040 dan akan mencapai puncaknya pada 2045, atau yang sering disebut sebagai Indonesia Emas 2045.

Bagi sebuah bangsa, 10 hingga 20 tahun bukanlah waktu yang panjang, sebab, bonus demografi dan Indonesia Emas 2045 bukanlah sebuah hal yang dijanjikan, melainkan pasti datang. Roda ekonomi tetap berputar, dinamika kehidupan tetap berjalan, demikian pula penyakit dan wabah yang kian beragam seiring berjalannya waktu.

Selaras dengan cita-cita luhur tersebut, Indonesia juga dibayang-bayangi oleh ancaman jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap, apabila SDM Indonesia di era tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya secara optimal. Salah satu faktor yang penting untuk menjadi perhatian dalam hal ini adalah faktor kesehatan.

Profil Kesehatan Indonesia 2021 melaporkan sebanyak 14,5 persen kematian pada bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan di Indonesia disebabkan oleh pneumonia. Dalam hal yang sama, diare juga turut berperan sebanyak 9,8 persen. Jumlah tersebut tetap konsisten hingga anak menginjak usia balita (usia 12-59 bulan), di mana pneumonia menyumbangkan angka kematian 5,05 persen dan diare 4,55 persen.

Tidak hanya itu, penelitian membuktikan 95 persen kanker leher rahim disebabkan oleh inveksi Human Papilloma Virus (HPV), yang umumnya terjadi pada perempuan berusia reproduksi. Di Indonesia sendiri, data GLOBOCAN pada 2020 menyebutkan Indonesia memiliki insiden dan kematian tertinggi akibat kanker leher rahim, di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan angka insiden di 24,4 per 100.000 penduduk dan angka kematian di 14,4 per 100.000 penduduk.

Lebih lanjut, angka stunting di Indonesia yang saat ini mencapai 21,6 persen juga dipengaruhi oleh berbagai faktor kesehatan. Sejumlah kasus tersebut tentunya dapat menjadi ancaman dalam menuju Indonesia maju, jika seluruh komponen bangsa tidak bergotong-royong dalam menanganinya.

Demi mencegah sejumlah ancaman kesehatan tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanganinya, salah satunya adalah melalui Imunisasi Rutin Lengkap. Melalui imunisasi, sejumlah ancaman penyakit tersebut dapat diminimalisir, seperti pneumonia yang dapat dicegah dengan imunisasi PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine), diare dengan imunisasi RV (Rotavirus), juga kanker leher rahim yang dapat dicegah melalui imunisasi HPV, yang seluruhnya dapat diperoleh masyarakat secara cuma-cuma.

Secara keseluruhan, Pemerintah RI telah menyediakan 14 jenis antigen imunisasi gratis untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama anak-anak untuk terhindar dari penyakit, dan meminimalisir risiko yang dapat ditimbulkannya. Pemerintah, bahkan telah membuat jadwal imunisasi anak yang dimulai dari Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi usia 0-11 bulan, Imunisasi Lanjutan untuk anak usia 12-24 bulan, serta Imunisasi Lanjutan untuk anak usia sekolah dasar/sederajat melalui Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).

Program Imunisasi Rutin Lengkap bukanlah hal baru, sebab, program serupa juga diterapkan di berbagai belahan dunia lainnya. Di negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina, misalnya, kebijakan imunisasi dengan 14 jenis antigen telah diberlakukan lebih dahulu. Pada negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat, terdapat 18 jenis antigen yang diberikan dalam program imunisasi nasional, bahkan Australia telah menerapkan imunisasi dengan 19 jenis antigen yang berbeda.

Imunisasi Rutin Lengkap juga dilaksanakan atas rekomendasi para ahli. Berbagai penelitian juga telah membuktikan bahwa vaksinasi aman untuk dilakukan, dan terbukti efektif dalam mencegah suatu penyakit tertentu.

Di Indonesia sendiri, berbagai jenis antigen imunisasi telah ada sebelumnya, namun sifatnya masih berbayar dan belum menjadi program Pemerintah untuk digratiskan. Kini, Imunisasi Rutin Lengkap sudah menjadi program prioritas Pemerintah, sebagai bagian dari Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju yang dilakukan oleh Kemenkes. Adanya program ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), di mana vaksinasi menjadi hak setiap anak di Indonesia yang harus dipenuhi oleh Pemerintah.

Imunisasi Rutin Lengkap juga turut mendorong negara untuk memproduksi vaksin dalam negeri. Data Kemenkes menyebutkan saat ini Indonesia telah memproduksi tujuh dari 14 jenis antigen imunisasi wajib, sedangkan lima dari tujuh sisanya saat ini telah berada dalam tahap transfer teknologi, sehingga target produksi 14 jenis antigen dapat terselesaikan pada 2026.

Upaya ini sekaligus menjalankan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Jika Imunisasi Rutin Lengkap dilaksanakan dengan baik oleh seluruh komponen negara, maka dampak positif yang mengiringinya pun juga dapat dirasakan oleh seluruh pihak yang menjalankan. Masyarakat menjadi sehat, negara mendapatkan pemasukan melalui produksi antigen dalam negeri, dan peluang Indonesia untuk lolos dari middle income trap menjadi lebih besar, sehingga Indonesia Emas 2045 dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara maju.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023