Setidaknya untuk iklan rokok di media elektronik diperketat dg jam tayang antara jam 00-00 sd 03.00 WIB, agar anak anak tidak terpapar iklan rokok
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak penguatan pengendalian komoditas adiktif seperti tembakau/rokok pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Omnibus Law Undang-Undang Kesehatan.

Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, YLKI memberikan beberapa catatan kritis terhadap substansi RPP Omnibus Law tersebut, khususnya untuk aspek pengendalian komoditas adiktif, seperti tembakau/rokok, garam, gula dan lemak.

Menurut Tulus, distribusi dan konsumsi zat adiktif berupa tembakau/rokok, saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, khususnya untuk kalangan anak dan remaja. Saat ini prevalensi konsumsi rokok pada anak mencapai 9,1 persen, dan jika tidak dikendalikan bisa mencapai 15 persen.

"Setidaknya untuk iklan rokok di media elektronik diperketat dg jam tayang antara jam 00-00 sd 03.00 WIB, agar anak anak tidak terpapar iklan rokok," ujar Tulus melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Tulus menyampaikan, peraturan terkait iklan rokok di media digital saat ini belum ada. Konsumsi rokok elektronik dan iklannya yang terjadi saat ini jumlah dan prevalensinya dianggap sangat mengkhawatirkan.

YLKI sangat prihatin karena Indonesia menjadi satu-satunya negara yang masih melegalkan iklan dan promosi rokok. Iklan rokok merupakan edukasi dini bagi konsumen untuk merokok dan bahkan melemahkan daya kritis konsumen terhadap bahaya produk rokok.

Lebih lanjut, YLKI meminta pelarangan penjualan rokok secara eceran/per batang. Penjualan secara eceran menjadi akses yang sangat mudah bagi anak dan remaja, dan juga rumah tangga miskin.

Peringatan kesehatan bergambar dinilai masih terlalu kecil ukurannya karena hanya menggunakan 40 persen dari kemasan. Menurut Tulus, peringatan tersebut harus diperbesar menjadi 90 persen dari kemasan.

"Ini penting agar konsumen mendapatkan informasi bahaya rokok secara lebih jelas, terang dan gamblang. Maka peringatan kesehatan bergambar sebesar 90 persen sudah seharusnya dilakukan," kata Tulus.

Tulus mengatakan, pengendalian ketat produk adiktif murni untuk melindungi masyarakat dari sisi kesehatan akibat dampak buruk rokok yang bisa memicu kematian dini dan penyakit kronis lainnya.

Oleh karena itu, dalam penyusunan RPP Omnibus Law Kesehatan, pemerintah tidak boleh kalah dengan industri.

Tanpa pengendalian ketat, maka target pemerintah untuk mewujudkan bonus demografi pada 2030 dan generasi emas pada 2045, tidak akan tercapai.

Lebih lanjut, RPP Kesehatan harus mampu menjadi instrumen untuk menyelamatkan anak, remaja dan generasi muda dari eksploitasi marketing industri rokok.

Baca juga: YLKI apresiasi pelayanan PLN

Baca juga: YLKI minta penyaluran beras bantuan pemerintah berbasis data

Baca juga: YLKI minta Pemerintah jamin akses masyarakat untuk membeli beras

 

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023