Kami juga membuat rencana strategis untuk mencapai efisiensi karena kami tidak punya batu bara maupun gas alam sendiri.
Beijing (ANTARA) - Laut, selain menyimpan keanekaragaman hayati dan menjadi ekosistem bagi makhluk hidup, juga menyimpan potensi energi yang sangat besar.

Energi di laut adalah jenis energi terbarukan karena terus-menerus ada selama Bumi terjaga. Jika pemanfaatan energi dari laut dioptimalkan, maka dapat menjadi energi alternatif bahkan pengganti bahan bakar fosil yang telah terbukti mencemari Bumi.

Tentu pihak yang dapat dengan "mudah" memanfaatkan energi dari laut adalah kota-kota di pesisir yang berdekatan dengan laut, tidak terkecuali Kota Qingdao, kota elok di selatan semenanjung Shandong, Provinsi Shandong, China.

Qingdao memiliki garis pantai sepanjang 730,64 kilometer dan karena berada di pesisir, kota ini memiliki karakteristik iklim maritim dengan empat musim dengan musim dingin rata-rata bersuhu 0,2 derajat Celcius, sedangkan musim panas yang tak terlalu panas namun lembab dengan rata-rata suhu 25,6 derajat. Suhu air laut berkisar 25 derajat pada sekitar Agustus.

Kota tersebut cukup dikenal sebagai kota pelabuhan sibuk dan bahkan menjadi salah satu lokasi Olimpiade 2008 khususnya untuk cabang berlayar, bahkan pemerintah China membangun fasilitas kereta cepat Qingdau-Beijing sepanjang 819 kilometer.

Maka tidak heran kota tersebut pun menjadi salah satu pusat bisnis yang berkembang dan menarik pertambahan jumlah penduduk mencapai sekitar 9 juta jiwa di wilayah 10.645 kilometer persegi.

Dengan pertambahan jumlah penduduk, maka dibutuhkan juga penambahan listrik dan kebutuhan lain termasuk pemanas.

Pemerintah Kota Qingdao menerapkan sistem pemanas terpusat yang mengalirkan udara hangat ke apartemen-apartemen, gedung pemerintahan maupun perkantoran dan lokasi bisnis saat musim dingin. Sistem itu terdiri atas dua bagian yaitu rumah ketel dan pembangkit listrik tempat pembawa panas dipanaskan. Dari rumah ketel uap panas kemudian ditransfer ke konsumen untuk pemanasan ruangan menggunakan saluran pipa ukuran 1.000 hingga 1.400 mm yang sekaligus menjadi jalur kembalinya limbah dingin ke sumber panas.

Dari mana sumber energi pemanas tersebut?

Sebelum 2016, sumber energi pemanas dan listrik Kota Qingdao adalah dari pembakaran batu bara. Qingdao sebelumnya memiliki 44 ketel pembakaran batu bara dengan beragam kapasitas. Dari mesin-mesin itu, sebanyak 1 juta ton batu bara dibakar untuk menggerakkan ketel pemanas.

Dampaknya adalah polusi udara di kota tersebut. Pada 2014, campuran partikel padat dan tetesan cairan yang ditemukan di udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer (PM2.5) di Qingdao mencapai 59 miktrogram/meter kubik (µg/m3) sangat jauh di atas batas WHO yaitu 5µg/m3.

Namun sejak 2016, melalui proyek "Sistem Energi Cerdas Rendah Karbon Qindao" yang didukung oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dengan pinjaman 130 juta dolar AS (sekitar 930 juta yuan atau Rp2 triliun), Qingdao mulai berbenah dengan mengganti batu bara menjadi energi terbarukan.


Energi panas laut

Teknologi ocean thermal energy conversion (OTEC) atau energi panas laut menjadi salah satu alternatif energi yang telah diterapkan di Qingdao. Sistem itu memanfaatkan perbedaan temperatur air laut di permukaan dan di kedalaman.

Perbedaan suhu antara permukaan laut dengan bawah laut dapat mencapai 50 derajat celsius pada jarak vertikal minimal 90 meter dapat menggerakkan pembangkit listrik untuk menghasilkan energi dari konversi panas laut yang menghasilkan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin.

"Cara kerjanya sama dengan sistem AC (air conditioning) yang ada di rumah kita masing-masing yaitu menyerap udara panas dari bawah laut kemudian melepaskan udara panas itu ke permukaan dan sebaliknya membawa udara dingin dari permukaan ke bawah laut," kata Wakil General Manager Qingdao Energy Group Ding Ruiping saat menerima kunjungan sejumlah wartawan termasuk ANTARA dan Tim ADB di Qingdao pada 24 Oktober 2023.
Wakil General Manager Qingdao Energy Group Ding Ruiping menjelaskan mengenai Teknologi Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) atau energi panas laut di Qingdao pada Selasa (24/10/2024). ANTARA/Desca Lidya Natalia

Suhu bawah laut relatif stabil. Bila pada musim dingin suhu udara di Qingdao mencapai minus 10 hingga minus 14 derajat celcius maka suhu bawah laut sekitar 4-5 derajat sehingga Pelabuhan Qingdao juga tidak membeku. Adapun saat musim panas, temperatur di Qingdao sekitar 27-30 derajat celcius dan suhu bawah laut sekitar 20 derajat.

"Selama ada perbedaan suhu bawah laut dan permukaan setidaknya 5 derajat, kami dapat menyerap panas dari bawah laut menggunakan mesin," tambah Ding Ruiping.

Ding Ruiping mengakui bahwa mesin-mesin tersebut diimpor dari Jerman dan Denmark yang sudah lebih dulu menggunakan teknologi sejenis. Namun selanjutnya Qingdao Energy Group sebagai perusahaan pemerintah yang bertanggung jawab untuk sistem pemanas di kota tersebut melakukan modifikasi dan pembaharuan mesin.

OTEC yang berada di bawah tanah "media center" untuk Olimpiade 2008 dapat menyediakan udara hangat untuk sistem pemanas di Olympic Stadium Center dan kawasan sekitarnya seluas 15 ribu meter persegi.

Namun penggunaan OTEC diakui Ding Ruiping belum banyak digunakan karena pipa untuk penyaluran udara panas rentan korosif di air laut meski sebenarnya teknologi tersebut sudah lama digunakan, misalnya, di negara-negara Skandinavia.

Alasan lainnya, menurut Ding, bila suatu kota tidak terletak di semenanjung, maka butuh biaya lebih banyak untuk membangun pipa yang lebih panjang, sementara karena Qingdao berada di semenanjung maka pipa yang dibutuhkan tidak terlalu panjang untuk menyalurkan panas bawah laut.

Selain pemanfaatan energi panas laut, sejak 2021, pemerintah Provinsi Qindao memutuskan untuk mengganti semua ketel pemanas berbahan batu bara menjadi gas alam. Konsekuensinya tentu ada perubahan harga pemanas. Karena itu pemerintah provinsi memberikan subsidi bagi masyarakat saat membayar pemanas.

"Kami juga membuat rencana strategis untuk mencapai efisiensi karena kami tidak punya batu bara maupun gas alam sendiri. Kami memanfaatkan lokasi Qingdao yang berada di semenanjung dan menjadi pelabuhan penghubung untuk impor gas alam cair (LNG) sehingga 60 persen LNG yang berasal dari daerah lain sekitar Qingdao khususnya bagian timur diimpor dari pelabuhan di sini oleh Sinopec," ungkap Ding.

Dengan menggunakan gas alam maka tidak ada abu beterbangan dan ketel pemanas juga hanya membutuhkan ruangan yang jauh lebih kecil, serta tentu saja tidak ada cerobong asap setinggi 110 meter yang menyebarkan gas sisa pembakaran pengotor udara.

Di salah satu fasilitas pemanas berbahan bakar gas alam yang dimiliki Qingdao Energy Group, jumlah bahan bakar yang dibakar juga berkurang hingga 92 ribu ton dibanding penggunaan batu bara, sedangkan gas buang SO2 (sulfur dioksida) berkurang hingga 72 ton.

Fasilitas tersebut juga dapat mengalirkan panas ke kawasan seluas 11 juta meter persegi yang terdiri dari bangunan apartemen untuk sekitar 40 ribu keluarga, hotel, perkantoran, hingga sekolah. Total bangunan yang dialiri panas adalah 4 juta meter persegi.


Sistem pemanas cerdas

Meski dianggap ramah lingkungan dan juga menjangkau banyak konsumen, sistem penghangat terpusat memiliki sejumlah kekurangan, salah satunya adalah pengguna tidak bisa mengatur suhu penghangat tersebut karena batasan ditentukan oleh penyedia sistem. Ada konsumen yang setuju dengan suhu penghangat tapi ada juga yang merasa kurang nyaman.

"Temperatur suhu dari pemanas terpusat adalah 18 derajat celcius, tapi tentu ada yang ingin agar suhu lebih dari itu misalnya 20 - 22 derajat," kata Ding Ruiping.

Belum lagi kalau pengguna tetap dibebankan biaya pemanas yang dikalikan dengan luas ruangan yang mereka tinggali, padahal selama musim dingin, belum tentu pengguna menempati apartemen tersebut, tapi mereka diwajibkan tetap membayar.

Maka kota Qingdao membuat terobosan untuk mengatasi hal tersebut. Meski sistemnya terpusat, tapi "meteran" suhu pemanas dapat disesuaikan dengan keinginan pengguna sehingga pengguna pun membayar sesuai dengan jumlah energi yang mereka gunakan, bukan dari luas ruangan yang mereka tempati seperti sistem yang diterapkan di kota lain seperti di Beijing.

Dari total seluruh pelanggan Qingdao Energy Group, sudah ada sekitar 60 persen konsumen yang telah memasang meteran "cerdas" tersebut sehingga dapat menyesuaikan suhu ruangan.

Sistem cerdas itu juga ikut dibiayai oleh pinjaman dari ADB senilai 102,39 juta yuan (sekitar Rp222 miliar) untuk mengontrol jaringan pipa pemanas, pemantauan stasiun pertukaran panas, penjadwalan cerdas berbagai sumber panas (termasuk penggunaan energi terbarukan), fasilitas penyimpanan panas serta manajemen permintaan.
"Meteran" pemanas cerdas yang dipasang untuk mengatur suhu pemanas ruang bagi pelanggan di Qingdao, provinsi Shandong, China pada Selasa (24/10/2024). ANTARA/Desca Lidya Natalia

"Total konsumsi energi di lapangan juga bisa berkurang karena disesuaikan dengan kebutuhan konsumen," ungkap Ding.

Berdasarkan perhitungan awal, proyek tersebut dapat secara langsung menghemat 3,03 juta kilowatt per jam (KWH), 22.000 gigajoule panas, 5.500 meter kubik gas dan secara langsung mengurangi 8.663 ton emisi karbon setiap tahun.

Salah satu konsumen yang sudah memasang sistem tersebut di rumahnya adalah Han Zhe, teknisi AC, yang tinggal di distrik Shibei, Qingdao.

Ia tinggal bersama istri, dua anak, dan ibu mertuanya di apartemen seluas 96 meter persegi dan membayar 1.800 yuan (sekitar Rp3,9 juta) pada 2022 untuk membayar pemanas.

"Saya dapat mematikan dan menyalakan pemanas dan juga dapat mengontrol suhu yang diinginkan asalkan di atas 18 derajat," kata Han Zhe.

Ia menyebut menyetel pemanas di suhu sekitar 20-24 derajat.

"Lagi pula, misalnya, bila saya tidak di rumah, saya bisa mematikannya, jadi saya tidak perlu membayar pemanas yang tidak saya pakai," tambah Han Zhe.

Sedangkan salah satu pengusaha yang juga sudah mengganti sistem pemanasnya yaitu Kepala Administrasi dari perusahaan Qingdao Antan Construction and Development Yang Yin mengatakan ia membayar 42 yuan dikalikan 340 meter persegi untuk pemanas di kantornya.

"Tahun lalu saya membayar 9.000 yuan dan tahun ini 11.000 yuan karena ada penggantian alat untuk mengatur pemanas," kata Yang Yin.

Yang menyebut bersedia untuk memasang alat baru karena dapat mengontrol suhu pemanas. Menurutnya, udara musim dingin Qingdao terasa semakin dingin karena angin dari laut, sehingga dingin dan ditambah lembab angin.

"Harga 42 yuan per meter persegi sebenarnya tidak terlalu mahal untuk bisnis namun sebenarnya manfaat terbesar dari pengaturan pemanas ini untuk perusahaan kami di bidang properti adalah saat ada pemanas yang rusak di satu apartemen maka hanya satu apartemen saja yang distop pemanasnya, tidak perlu satu gedung apartemen yang dihentikan pemanasnya demi memperbaiki unit yang rusak," ungkap Yang Yin.

Teknologi memang selalu menjadi jawaban atas kebutuhan manusia, baik keperluan energi maupun kebutuhan atas udara yang bersih dan bebas polusi.












 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023