Kegiatan seperti ini belum banyak dilakukan di NTT. Bahkan mungkin sebelumnya belum pernah ada,"
Betun, NTT (ANTARA News) - Kelompok rentan bencana, yakni perempuan anak-anak dan disabilitas, di NTT dilatih program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sehingga mereka juga bisa menolong sesama.

"Kegiatan seperti ini belum banyak dilakukan di NTT. Bahkan mungkin sebelumnya belum pernah ada," kata Manajer Pengurangan Resiko Bencana Plan Indonesia, Amin Magatani, saat ekspose kunjungan lapangan dan lokakarya pembelajaran PRB inklusi, di Bentun, Kabupaten Malaka, NTT, Jumat.

PRB inklusi ditujukan kepada kelompok rawan bencana yakni disabilitas (penyandang cacat), anak-anak dan perempuan.

Dalam program ini di masing-masing desa dibentuk tim siaga bencana yang terdiri dari 30 orang. Sementara di sekolah dibentuk tim siswa siaga yang juga terdiri dari 30 orang dan guru siaga enam orang.

Kegiatan PRB inklusi dilakukan oleh tiga LSM yakni Plan Indonesia, Care dan Handicap.

Kegiatan ini dilakukan di sembilan desa dan sembilan sekolah di tiga kabupaten. NTT masuk dalam urutan keempat daerah rawan bencana. Selama pelatihan yang dilakukan sejak September 2012 dan akan berakhir Desember 2013 tersebut kelompok inklusi ini antara lain dilatih untuk mengenal berbagai bentuk bencana dan pertolongan dasar bagi korban bencana.

Mereka juga membuat pemetaan daerah bencana, menentukan jalur evakuasi dan lainnya. Selain itu, bagi mereka dilatih menjadi pedamping sebaya, artinya menjadi penolong teman sebayanya. Untuk mempraktikan pelatihan yang diterima, pada 12--13 Juni dilakukann simulasi PRB inklusi di SD GMIT, Desa Napi, Kabupaten Soe, untuk bencana longsor Sementara di desa Umatoos, Kabupaten Malaka dilakukan simulasi untuk bencana banjir.

Di Umatoos, pada 2012 terjadi 17 kali banjir dan pada 2013 sudah tujuh kali. Hal ini karena ada tanggul yang jebol sejak 2010. Amin mengatakan setelah program berakhir akan tetap ada pedampingan bagi masyarakat sehingga diharapkan simulasi akan tetap dilakukan. "Simulasi idealnya harus rutin," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013