Meskipun industri manufaktur kita tengah mengalami gempuran yang bertubi-tubi, namun dari tingkat kepercayaan diri atau optimismenya masih cukup tinggi
Jakarta (ANTARA) - S&P Global mencatat Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Oktober 2021 menyentuh posisi 51,5, melemah dibandingkan capaian pada September 2023 yang sebesar 52,3.

Kendati melemah, capaian tersebut mengindikasikan bahwa kondisi manufaktur RI masih berada di posisi ekspansi di atas 50,0 selama 26 bulan berturut-turut walaupun berada pada laju paling lambat sejak Mei 2023.

“Untuk PMI manufaktur Indonesia, kita telah berada di posisi ekspansi selama 26 bulan berturut-turut. Meskipun industri manufaktur kita tengah mengalami gempuran yang bertubi-tubi, namun dari tingkat kepercayaan diri atau optimismenya masih cukup tinggi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

PMI Manufaktur Indonesia pada Oktober 2023 mampu melampaui PMI Manufaktur Amerika Serikat (50,0), Korea Selatan (49,8), Vietnam (49,6), Myanmar (49,0), Jepang (48,7), Taiwan (47,6), Thailand (47,5), Malaysia (46,8), Inggris (45,2) dan Jerman (40,7).

Sejalan dengan laporan S&P Global, kondisi manufaktur di Indonesia berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Oktober 2023 yang dirilis Kementerian Perindustrian juga menunjukkan perlambatan. Walaupun masih masuk level ekspansi dengan capaian 50,70, namun terjadi perlambatan dari angka 52,51 di September 2023.

Sebagaimana laporan di Jakarta, Rabu, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan mengatakan data PMI menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi pada awal triwulan keempat.

Baca juga: Kemenperin: Pemilu-libur akhir tahun tingkatkan permintaan manufaktur

Baca juga: Meski masih ekspansi, IKI Oktober 2023 melambat ke level 50,70


Meskipun demikian, tanda-tanda perlambatan lebih lanjut dalam momentum pertumbuhan telah terlihat, termasuk perlambatan kedua berturut-turut dalam pertumbuhan pesanan baru dan kontraksi baru dalam pesanan ekspor baru.

Tingkat kepercayaan bisnis di kalangan produsen juga merosot jauh di bawah rata-rata yang menandakan berkurangnya optimisme mengenai output selama 12 bulan ke depan.

“Akibat pertumbuhan penjualan yang lebih lambat, perusahaan-perusahaan sedikit menurunkan tenaga kerja mereka dan membatasi kenaikan harga jual di bulan Oktober, yang mencerminkan keputusan bisnis yang lebih konservatif,” katanya.

Jingyi Pan menyebut tingkat inflasi harga jual yang lebih rendah diharapkan dapat menjaga inflasi yang lebih terkendali bagi perekonomian Indonesia yang menjadi pertanda baik di tengah meningkatnya ketidakpastian.

Dalam laporan tersebut, penurunan angka PMI manufaktur Indonesia disebabkan oleh perlambatan produksi di bulan Oktober 2023. Meski masih solid, laju peningkatan produksi di Oktober tercatat jadi yang paling lemah dalam empat bulan terakhir.

Hal itu utamanya disebabkan oleh pertumbuhan penjualan yang melambat pada Oktober dan bukti yang menunjukkan bahwa sejumlah produsen mengalami pelemahan permintaan pada awal kuartal keempat ini.

Di sisi lain, permintaan asing yang memburuk juga menyebabkan sedikit penurunan pesanan baru dari luar negeri.

Baca juga: Menperin: Manufaktur tetap tumbuh meski terdampak pelemahan rupiah

Baca juga: PMI manufaktur RI di level 52,3 poin di tengah kontraksi global


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023