Jakarta (ANTARA News) - Mengawali bulan lahir hari Kesaktian Pancasila ini, orang-orang pasar modal Indonesia menyambut dengan muka tipikal wajah "bearish" (tren pelemahan). Sebegitu buruk kah kondisi pasar modal Indonesia?

Belakangan ini, industri pasar modal Indonesia memang sedang mengalami tekanan. Hal itu terlihat dari pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang cenderung melemah sejak pertengahan bulan Mei. IHSG tertekan sebesar 8,71 persen ke posisi 4.760 poin (14/6) dibanding posisi tertingginya (20/5) di 5.214 poin.

Namun, untuk melihat perkembangan pasar, investor tidak bisa hanya melihat dalam jangka pendek. Hal itu dikarenakan sifatnya yang berfluktuasi, ada kalanya naik dan ada kalanya turun.

Kalangan pelaku pasar modal mengatakan, pelemahan IHSG itu didorong dari pelaku pasar asing yang terus melakukan aksi jual saham. Tercatat beli bersih (net buy) pemodal asing hanya Rp4,894 triliun per Jumat (14/6). Sebelumnya, beli bersih asing sempat mencapai Rp25,418 triliun pada 6 Mei 2013.

Pembenaran dari "net sell" asing itu adalah penyataan Gubernur The Fed, Ben Bernanke bahwa ada indikasi pembelian aset akan dikurangi bila data ekonomi Amerika Serikat membaik. Selain itu, salah satu negara penopang pertumbuhan ekonomi dunia di Asia yakni China juga mengalami perlambatan.

"Keluarnya dana asing akhir-akhir ini lebih banyak disebabkan oleh adanya indikasi dan sinyal bahwa AS akan mengurangi stimulus ekonominya dalam bentuk `quantitative easing` (QE). Hal itu membuat investor asing mengakumulasi keuntungan investasinya di saham-saham perusahaan Indonesia," ujar Direktur Utama BEI, Ito Warsito.

Menurut dia gejolak negatif ekonomi dunia itu mendorong aksi lepas sebagian saham investor asing di pasar saham Indonesia.

Namun demikian, Ito menegaskan aksi itu lebih disebabkan karena keputusan insidental dan bukan karena tren menurunnya minat berinvestasi di pasar modal domestik.

Ito meyakini pasar modal Indonesia masih menjadi tempat yang menarik sehingga ke depannya investor asing akan kembali masuk seiring dengan kinerja emiten yang positif dan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) perusahaan tercatat di BEI yang tinggi.

Pihak Otoritas Jasa Keuangan juga mengaku tetap optimistis bahwa pasar modal Indonesia masih dapat bertumbuh secara positif.

Buktinya, sudah ada enam emiten yang mendapatkan pernyataan efektif dari OJK untuk melakukan penawaran umum saham perdana (IPO). Masih ada 15 calon emiten yang sedang menunggu pernyataan efektif untuk melakukan IPO.

Untuk penawaran umum terbatas (right issue) sebanyak delapan emiten telah mendapatkan pernyataan efektif dari OJK, dan ada delapan lagi sedang dalam proses memperoleh izin. Selain itu, OJK juga sudah memberikan pernyataan efektif untuk penerbitan obligasi korporasi sebanyak 18 perusahaan dan dalam proses 19 perusahaan.

"Kondisi itu menunjukan bahwa optimisme terhadap pasar modal Indonesia masih tinggi, dan pasar modal juga masih menjadi salah satu tempat bagi perusahaan untuk memperoleh dana segar," ujar Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida.

"Pasar modal merupakan investasi jangka panjang, jadi jangan cepat panik dan terpengaruh," ujar Nurhaida menambahkan.


Menjaga Pasar Modal

Sejak 2009 hingga 14 Juni 2013 IHSG telah tumbuh dari 2.534,36 menjadi 4.760,74 poin. Rata-rata transaksi harian pun sejak 2009 terus meningkat, yaitu dari Rp4,06 triliun menjadi Rp6,83 triliun. Hal serupa juga terjadi di kapitalisasi pasar yang meningkat dari Rp2.019 triliun menjadi Rp4.672 triliun.

Terlepas dari tekanan pasar saham beberapa waktu belakangan ini, Nurhaida mengungkapkan OJK perlu menjaga tren pertumbuhan lima tahunan.

"Ke depan kita perlu meningkatkan dan mempertahankan hal tersebut," ujar Nurhaida.

Dalam menjaga pertumbuhan pasar modal Indonesia pihak OJK terus berupaya mendorong lima hal, yakni peningkatan jumlah emiten, pengembangan basis investor, pengembangan produk, pengembangan infrastruktur pasar modal, hingga pengembangan pasar surat utang dan sukuk.

"Untuk meningkatkan jumlah emiten, kami menetapkan beberapa program. Mulai dari mendorong perusahaan untuk `go public`, penyederhanaan prosedurnya hingga rasionalisasi kewajiban keterbukaan bagi emiten," kata dia.

Sementara untuk pengembangan basis investor, OJK akan mendorong pertumbuhan jumlah investor domestik, dengan demikian dapat membuat seimbang fluktuasi di pasar modal.

Salah satu cara yang sudah dilakukan OJK bersama dengan BEI, sebagai "Self Regulatory Organization" (SRO) dan asosiasi di pasar modal yakni membentuk Penyelenggara Program Perlindungan Investor Indonesia (P3II) untuk perlindungan nasabah di pasar modal Indonesia.

"Investor akan tertarik jika ada perlindungan, sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah emiten," kata Nurhaida seraya menambahkan, pihak OJK juga akan melakukan sosialisasi pasar modal syariah dan pengaturan elektronik efek reksa dana.

Kemudian, Otoritas Pasar Modal juga akan menurunkan jumlah lembar saham dalam setiap lot, dari 500 menjadi 100 per lembar saham pada tahun ini. Dengan begitu, bagi investor ritel yang akan berinvestasi di pasar modal dapat terjangkau.

Selanjutnya, Nurhaida mengemukakan upaya pengembangan infrastruktur pasar modal dilakukan melalui pengembangan identitas tunggal pemodal (single investor identification/SID), pengembangan data dan informasi "warehouse".

"Melalui kegiatan-kegiatan itu, kami berharap pasar modal Indonesia tetap kuat, likuid dan terpercaya, didukung oleh semakin banyaknya produk dan jumlah investor ritel," ujar Nurhaida.

Selain kegiatan-kegiatan itu, OJK melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) terus melakukan koordinasi untuk menjaga kestabilan di pasar keuangan Indonesia.

"OJK sebagai bagian dari FKSSK tetap melakukan koordinasi, baik dalam keadaan ekonomi normal maupun krisis, baik yang terjadi di dalam negeri maupun global," ujar Nurhaida.

Ia mengemukakan FKSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu secara rutin melakukan diskusi.

"Komunikasi FKSSK itu melihat kondisi `market` dan apa kebijakan yang akan diambil ke depannya," kata Nurhaida.


Perbaikan Rupiah

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis (13/6) memutuskan kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen setelah sebelumnya bertahan di posisi 5,75 persen selama 16 bulan.

Otoritas Bursa Efek Indonesia menilai keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) dinilai akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia sehingga memberi efek domino positif juga pada pasar modal domestik.

"Keputusan BI untuk menaikkan BI rate merupakan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia, hal itu menunjukan BI memiliki perhatian besar untuk memperbaiki nilai tukar," ujar Ito.

Kepala Riset Bahana Securities, Harry Su menambahkan kebijakan Bank Indonesia yang menaikan BI rate juga akan membuat dana asing kembali masuk ke Indonesia sehingga dapat mendorong IHSG BEI kembali di jalur positif.

"Naiknya BI rate itu akan mendorong dana asing kembali masuk ke Indonesia sehingga dapat mengangkat indeks BEI," ujarnya.

Menurut Harry naiknya suku bunga akan membuat dolar AS tertekan terhadap mata uang rupiah, dengan begitu diharapkan dapat mendorong neraca perdagangan Indonesia (NPI) untuk membukukan hasil positif.

Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi AS yang masih kecil memunculkan optimisme investor bahwa Amerika Serikat masih akan melanjutkan program pelonggaran kuantitatif (QE).

Harry menilai keluarnya dana asing dari Indonesia saat ini lebih disebabkan faktor aksi ambil untung (profit taking) menyusul penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,2 persen oleh Bank Dunia, dari sebelumnya 2,4 persen.


Pasar Modal Masih Sakti

Bursa Efek Indonesia mengungkapkan perlahan tapi pasti dana asing masuk ke pasar modal akan kembali. Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Uriep Budhi Prasetyo mengatakan dana dari Jepang banyak yang mulai masuk ke pasar modal untuk investasi.

"Dana dari Jepang saat ini banyak masuk kesini (pasar saham domestik)," ujar Uriep.

Ia memproyeksikan penarikan dana asing yang terjadi pada bursa saham di Indonesia dipastikan hanya berlangsung sementara, dan investor asing akan kembali masuk ke pasar Indonesia.

"Investasi dana asing dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Ada yang keluar dan ada yang masuk, kondisi itu cukup baik untuk pasar yang sehat," katanya.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo menambahkan pasar modal Indonesia yang sempat dimasuki dana asing yang cukup kuat merupakan sejarah bagi pasar modal Indonesia.

"Investor asing sempat membukukan aksi `net buy` hingga Rp25 triliun, meski jumlahnya terus menurun," kata dia.

Sementara itu, Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan pelaku pasar modal saat ini menyambutnya dengan suka cita karena beberapa investor sudah kembali mengakumulasi saham-saham yang harganya sudah rendah.

"Saya yakin pasar modal masih `sakti`. Awan positif kembali menyertai pelaku pasar," ujar dia.

Dengan keyakinan bahwa pasar modal Indonesia memiliki potensi yang sangat menjanjikan, apalagi didukung pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menambah angin segar bagi investor lokal maupun asing berinvestasi di pasar modal Indonesia. (*)

Oleh Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013