Bali (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono berharap pemerintah pusat dapat mengambil langkah strategis untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit Indonesia.
 
 
"Kami berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit Indonesia, dengan memperkuat produksi minyak sawit yang berkelanjutan," kata Eddy Martono pada Indonesia Palm Oil Conference and 2024 Price Outlook (IPOC) ke-19 di Bali, Kamis.
 
 
Ia mengatakan bahwa selama tahun 2023, kinerja industri kelapa sawit tidak lebih baik dari tahun sebelumnya, begitu pun dari sisi harga, tidak sebaik pada tahun 2022.
 
Pihaknya juga memperkirakan harga akan mengalami bullish pada tahun 2024 karena karena beberapa faktor, salah satunya adalah fenomena El Nino yang dialami tahun ini akan mempengaruhi produksi tahun depan.
 
Di sisi lain, kata dia, Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar mengalami stagnasi produksi dalam beberapa tahun terakhir karena lambatnya penanaman kembali oleh petani.
 
Sementara itu, pemerintah akan terus menerapkan B35 ditambah dengan peningkatan konsumsi domestik konsumsi dalam negeri untuk pangan dan industri, stok minyak sawit Indonesia akan tidak diragukan lagi akan menjadi rendah.
 
"Dalam beberapa bulan terakhir, kita juga telah melihat penurunan harga minyak sawit global yang dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan ekonomi di berbagai negara dan melimpahnya stok di negara-negara produsen," ujarnya.

Baca juga: Bappebti: Harga acuan CPO dapat digunakan oleh berbagai instansi
 
Selain itu, dia mengatakan bahwa ancaman krisis pangan dan energi, serta hambatan perdagangan dari negara-negara importir, salah satunya European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang merupakan kebijakan baru Uni Eropa membuat ketidakpastian semakin meluas.
 
Oleh karena itu, kata dia dalam agenda IPOC tersebut, perlu dibahas secara mendalam dan mendapatkan lebih banyak wawasan tentang situasi ini dari para ahli yang relevan.
 
Dalam kesempatan itu, dia mengatakan bahwa Industri kelapa sawit merupakan penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, bahkan selama dua setengah tahun pandemi COVID-19 kontribusi devisa kelapa sawit tetap signifikan sehingga neraca perdagangan Indonesia tetap surplus.

"Informasi singkat mengenai kinerja industri kelapa sawit Indonesia, hingga Agustus 2023, produksi mencapai 36,3 juta ton dengan ekspor biodiesel dan oleochemical lebih dari 23,4 juta ton yang memberikan kontribusi sekitar 20,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap devisa negara Indonesia," katanya.
 
Eddy menuturkan bahwa dengan kebijakan pemerintah yang tepat, industri kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di tengah dinamika pasar dan ekonomi saat ini.
 
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto mengatakan EUDR merupakan kebijakan Uni Eropa yang mengatur komoditas dan dampaknya terhadap deforestasi. Dalam hal ini, komoditas yang termasuk adalah kedelai, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan minyak kelapa sawit.
 
"Terlepas dari kekhawatiran kita, pemerintah siap untuk berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mempromosikan pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif," katanya.
 
Dia juga mengatakan melalui Indonesian Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO), Indonesia mendorong pengembangan kelapa sawit berkelanjutan.
 
Menurut dia, sertifikasi ISPO menjamin bahwa praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit telah mengikuti prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah keberlanjutan.

Baca juga: Gapki: Pola kemitraan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat
​​​​​​​
 

Pewarta: Nur Amalia Amir
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2023