Mulai dari penggunaan tangan dan kaki, pisau, parang, balok kayu, tali, bensin dan pemantik api, batu, dan benda-benda keras lainnya yang tersedia di sekitar (pelaku)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut rasa superioritas laki-laki menjadi salah satu penyebab terjadinya femisida.

"Femisida terjadi karena berbagai penyebab. Di antaranya rasa superioritas laki-laki berupa rasa cemburu, ketersinggungan maskulinitas atau pertengkaran yang memuncak pada amarah," kata Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Komnas: Kesetaraan gender langkah awal cegah kekerasan pada perempuan

Kemudian alasan tekanan ekonomi, honour killing (membunuh pasangan karena kehamilan di luar nikah dan tak dikehendaki atau menjaga nama baik keluarga), percobaan pemerkosaan, dan membela HAM.

Pihaknya mengatakan dalam kasus femisida, alat yang digunakan yang dilakukan oleh pelaku, beragam.

"Mulai dari penggunaan tangan dan kaki, pisau, parang, balok kayu, tali, bensin dan pemantik api, batu, dan benda-benda keras lainnya yang tersedia di sekitar (pelaku)," kata Rainy Hutabarat.

Kasus teranyar yang tergolong femisida adalah pembunuhan terhadap menantu perempuan yang dilakukan ayah mertuanya di Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (31/10). Kasus ini diawali dengan pelaku yang berniat memperkosa korban.

Baca juga: Kasus menantu perempuan dibunuh mertua di Jatim tergolong femisida

Beberapa kasus femisida lainnya, seorang suami bernama Nando (25) tega membunuh istrinya, Mega (24) di rumah kontrakan mereka di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (9/9), yang diawali dengan pertengkaran pelaku dan korban karena persoalan ekonomi.

Serta kasus kematian Dini Sera Afrianti, janda satu anak, usia 29 tahun, setelah dianiaya kekasihnya, Gregorius Ronald Tannur (31).

Rainy Hutabarat mengatakan femisida merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang paling sadis dan ekstrim.

"Femisida umumnya bukan kekerasan tunggal, melainkan kekerasan berlapis. Korban mengalami kekerasan fisik atau kekerasan lainnya sebelum dibunuh," katanya.

Baca juga: Lewat medsos menilik puncak gunung es kekerasan terhadap perempuan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023