Ambon, (ANTARA News) - Deputi Tim Leader Konsultan Proyek marine And Coastal Resourcer Managemen Programme (MCRMP) Prof. DR. Ir. Hadi S. Alikodra, menegaskan, penetapan studi analisa dampak lingkungan hidup (AMDAL) tidak boleh dipandang main-main dan harus dijadikan "pilar utama" guna meminimalisir kerusakan lingkungan. "Amdal jangan dipandang sebagai pelengkap saja, tetapi harus benar-benar menjadi pilar utama penentu kebijakan pembangunan, sehingga berbagai dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan dapat diminimalisir," katanya, dalam perbincangan dengan ANTARA, di Ambon, Senin (17/7). Alikodra yang menjadi tenaga pengajar pada Diklat TOT Pengelolaan SDA Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang digelar Pemprov Maluku, sejak 11 Juli lalu itu, menilai kasus bencana alam seperti banjir yang melanda sejumlah daerah di tanah air, merupakan "buah" dari studi amdal yang dilakukan asal-asalan. "Setelah bencana terjadi baru semua pihak saling lempar tanggungjawab dan kesalahan serta dan mencari kambing hitam, padahal sebelum sebuah proyek atau program pembangunan dilaksanakan, sudah dilakukan studi amdalnya," katanya. Ia menilai, berbagai musibah banjir, hutan gundul dan kebakaran hutan, kekeringan dan kekurangan air bersih, juga dikarenakan studi amdal asal-asalan yang dilakukan hanya untuk memuluskan sebuah rencana pembangunan tanpa mengkaji dan mempertimbangkan dampak negatif yang akan ditimbulkan. Jadi menurutnya, studi amdal harus benar-benar bersih dari berbagai intrik dan kepentingan karena merupakan salah satu prasyarat penentu kelangsungan pembangunan. "Pemerintah dan para pelaksana jangan menutupi kebohongan tetapi harus jujur mengatakan jika studi amdalnya salah, sehingga tidak menimbulkan kerugian di masa mendatang," ujarnya. Amdal, menurutnya, merupakan sebuah aturan dan ditentukan oleh berbagai unsur yang menjunjung tinggi itikad pemrakarsa dalam hal ini pihak swasta yang kemudian ditentukan oleh pemerintah sebagai pelaksana pembangunan serta pengatur regulator serta masyarakat sebagai pengontrol pembangunan. Tiga pilar utama ini, tandasnya, harus memiliki persepsi yang sama sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang diinginkan bersama. "Jika pemerintah ingin "A", swasta ingin "B" dan masyarakat ingin yang lain juga maka pastinya akan berdampak negatif tertama hancurnya potensi SDA serta rusaknya lingkungan sekitar," kata Guru Besar IPB Bogor itu. Tim amdal daerah haruslah mengakomodir sumberdaya manusia profesional di bidangnya serta mampu bekerja keras dengan mengembangkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Begitu pun perda tata ruang serta amdal yang dikeluarkan juga harus berwawasan lingkungan, di mana mampu meminimalisir seluruh dampak negatif dari aspek sosial, ekonomi serta ekologi sehingga kerusakan lingkungan dapat dicegah. Menyangkut penciptaan SDM berkualitas, Alikodra menegaskan, badan Diklat di masing-masing provinsi memiliki peranan penting untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan SDM melalui trainning dan course untuk semua elemen, termasuk membicarakan cara mengelola sumber daya alam berbasis lingkungan.(*)

Copyright © ANTARA 2006