Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan tidak khawatir akan kehabisan pembeli obligasi negara, meski porsi utang dalam negeri pemerintah sudah mencapai 50,02 persen. "Kita akan tetap mengukur daya serap pasar dalam negeri sebelum penerbitan obligasi negara," kata Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, usai pembukaan masa penawaran obligasi negara ritel (ORI) Seri 001 di Jakarta, Senin. Berdasar data yang ada, jumlah utang pemerintah Indonesia hingga akhir 2005 mencapai 133,54 miliar dolar AS. Jumlah itu terdiri dari utang luar negeri 66,53 miliar dolar AS (49,8 persen) dan utang dalam negeri 67,01 miliar dolar AS (50,2 persen). Menurut Menkeu, penerbitan obligasi negara merupakan salah satu alternatif yang kecil resikonya untuk pembiayaan defisit APBN dibandingkan dengan utang luar negeri. "Untuk pembiayaan dalam negeri, kita selalu mengoptimalkan kesempatan yang ada, yaitu risiko yang lebih kecil karena tidak ada resiko kurs. Ini yang menjadi pertimbangan kita," katanya. Mengenai prospek ORI-001, Menkeu mengatakan pasar bagi obligasi negara jenis itu akan selalu ada dari sisi jangka menengah maupun panjang. "ORI-001 kan untuk investor individual. Kalau selama ini mereka lebih banyak pada instrumen deposito, mereka akan membandingkan dengan suku bunga dan kupon pada ORI-001 ini," katanya. Menurut dia, basis ORI-001 adalah investor individu sehingga yang perlu dilakukan adalah penjelasan seluas-luasnya kepada masyarakat terutama sisi manfaat. "Dari sisi permintaan, kita optimis, namun karena ini menyangkut investor individual maka perlu lebih banyak penjelasan kepada masyarakat," tegas Menkeu. Pemerintah Senin meluncurkan obligasi ritel pertamanya yakni ORI-001 dengan menawarkannya senilai Rp2 triliun untuk mengatasi defisit anggaran. Obligasi itu akan berlaku hingga 9 Agustus 2009 dengan kupon 12,05 persen. Harga per unit ditetapkan Rp1 juta dengan pemesanan minimum lima unit atau Rp5 juta. Biasanya pemesanan minimum obligasi adalah Rp1 miliar. (*)

Copyright © ANTARA 2006